PANGKALAN KERINCI, GORIAU.COM - Jika karet selama indentik dengan benda kenyal yang tak bisa digunakan untuk produk yang dkonsumsi manusia, tapi kini berbeda. Dua mahasiswa Akademi Komunitas Negeri (AKN) Pelalawan, Boby Hartanto dan Toton Supriyanton, berhasil melakukan inovasi dalam hal penelitian SDA dengan objek yang diteliti adalah biji karet yang kemudian dikelola menjadi minyak goreng.

"Alhamdulillah, dua mahasiswa kami melalui penelitiannya berhasil mengubah biji karet untuk kemudian dikelola menjadi minyak goreng," terang Direktur AKN Pelalawan, M Syafi'i, S.Pd, MSi Minggu (21/4/2013).

Syafi'i menerangkan bahwa selama ini biji karet hampir tidak mempunyai nilai ekonomis dan hanya dimanfaatkan sebagai benih generatif pohon karet. Selebihnya, biji karet tersebut terbuang sia-sia, padahal biji karet memiliki kandungan karbohidrat sebanyak 15,9 persen, protein 27 persen, lemak 32,3 persen dan abu sebesar 3,96 persen.

''Tapi melalui penelitian yang memakan waktu sekitar kurang-lebih tiga bulan dengan bimbingan dari Wakil Direktur I Yullidya Fitri, S.Si dan Penjamin Mutu Tengku Zamrizal, S.Pd dan didukung sepenuhnya oleh Pemda Pelalawan, dua mahasiswa jurusan Agroteknologi berhasil memproduksi minyak goreng dari bijikaret yang memiliki kadar lemak yang rendah," ujarnya sambil mengatakan bahwa produk minyak biji karet ini diberi nama 'Minyak Goreng OJUL'.

Keunggulan produk minyak dari biji karet ini dibanding minyak dari sawit, sambungnya, selain wanginya yang harum juga kadar lemaknya yang rendah. Sehingga hal ini akan mampu mengurangi resiko-resiko penyakit akibat dari minyak yang memiliki kadar lemak tinggi. Perbandingan produk minyak kelapa sawit dengan produk minyak biji karet adalah bahwa produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas.

"Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Dan aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk," katanya.

Untuk kelapa sawit bermutu prima atau Special Quality (SQ), sambungnya, mengandung asam lemak atau Free Fatty Acid (FFA) tidak lebih dari 2 persen pada saat pengapalan. Selain itu, kualitas standar minyak kelapa sawit juga mengandung 5 persen FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak berkisar 22,1 persen - 22,2 persen yang paling tertinggi dengan kadar asam lemak bebas antara 1,7 persen - 2,1 persen yang terendah).

"Sementara asam–asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak biji karet adalah asam linoleat, sehingga persen FFA yang didapatkan dalam biji karet berkisar antara 0,80-1,04 persen dengan nilai rataan sebesar 0,91 persen. Sedangkan kadar minyak dalam bungkil sebesar 9,84 persen, warna 4077 unit PtCo, berat jenis 0,924, viskositas 160 centipoise, bilangan iod 145,74, bilangan asam 2,08, rendemen 20,52 persen. Sehingga dari perbandingan di atas minyak dari biji karet dengan kandungan ALB yang rendah sangat bagus dibandingkan minyak dari sawit," bebernya.

Disinggung soal produk yang dihasilkan ini ke depannya, Syafi'i menjelaskan bahwa pihaknya berencana akan mengkonsumtifkan produk ini pada masyarakat. Namun tentunya hal yang tak bisa dipungkiri adalah perlunya dukungan dari Pemkab Pelalawan agar produksi minyak goreng dari biji karet ini bisa diproduksidalam jumlah besar.

"Dan kami dari pihak akademi komunitas, siap membuat minyak goreng ini menjadi ikon hasil perkebunan di Pelalawan. Rencana dekatnya, kita akan pamerkan hasil produksi ini pada pekan pameran pendidikan memperingati Hardiknas nanti," tutupnya.(ilm)