JAKARTA – Letusan dahsyat gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai di Tonga pada 15 Januari 2022 lalu turut menyemburkan material hingga ketinggian 58 kilometer.

Dikutip dari sindonews.com, menurut data NASA, ini merupakan semburan material gunung api yang pernah direkam oleh satelit.

Semburan gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai ini 1,5 kali lebih tinggi dari rekor sebelumnya yang dipegang Gunung Pinatubo di Filipina pada tahun 1991. Ketinggian itu mencapai area mesosfer, lapisan atmosfer antara stratosfer dan termosfer.

''Intensitas event ini jauh melampaui awan badai yang pernah saya pelajari, kata ilmuwan atmosfer NASA Kristopher Bedka, seperti dikutip dari Gizmodo, Ahad (20/2/2022).

''Kami beruntung bahwa kejadian itu dipantau dengan sangat baik oleh satelit geostationer generasi terbaru kami dan kami bisa menggunakan data ini dengan cara inovatif untuk mendokumentasikan evolusinya,'' sambungnya.

NASA berhasil mengamati semburan ini berkat dua satelit cuaca yang berada di posisi dan waktu yang tepat. Dua satelit tersebut adalah GOES-17 milik NOAA dan Himawari-18 milik JAxa yang memiliki sistem pencitraan yang mirip.

Kedua satelit mengamati erupsi ini dari sudut yang sedikit berbeda sehingga bisa menghasilkan pengamatan dalam tiga dimensi. Kedua satelit itu mengambil beberapa foto dan observasi inframerah yang memperlihatkan timeline erupsi dari atas.

Dalam waktu sekitar 30 menit setelah erupsi, abu, uap, dan gas dari gunung berapi bawah laut ini menyembur hingga ketinggian puncaknya di mesosfer. Semburan kedua berhasil mencapai ketinggai 50 km, di perbatasan antara mesosfer dan stratosfer.

Bedka mengatakan, kekuatan semburan ini dipengaruhi oleh kombinasi panas yang ekstrem dari magma gunung api dengan aliran air laut.

''Ini seperti bahan bakar hyper untuk badai petir mega. Semburannya 2,5 kali lebih tinggi daripada badai petir yang pernah kami amati, dan erupsinya menciptakan petir dalam jumlah yang luar biasa,'' kata Bedka.

Material yang dilontarkan gunung berapi ke atmosfer dapat menyebabkan efek dingin secara global karena kandungan sulfur dioksida di abu gunung berapi. Tapi di kasus gunung berapi Tonga, material yang dilontarkan merupakan uap air dan buka sulfur dioksida, sehingga tidak akan menyebabkan efek pendinginan.

Semburan material ini terbang ke atmosfer dan menghilang dalam waktu 13 jam pada 15 Januari. Tapi beberapa aeorosol yang tersisa dapat bertahan di stratosfer selama setahun penuh.

Erupsi gunung berapi di Tonga yang memiliki kekuatan hingga 30 megaton juga menyebabkan tsunami yang dahsyat. Negara kepulauan ini sempat terputus dari dunia luar karena kabel bawah laut yang menghubungkannya dengan internet sempat rusak.***