TIBA-TIBA – bersemangat belajar Islam setelah mengunjungi Masjid Sultan Ahmed atau yang lebih dikenal dengan Masjid Biru di Istanbul, Turki. Itulah yang dialami Abel Buzarquis, seorang dosen Psikologi di Boines Aires, Argentina.

Dikutip dari republika.co.id, pria yang kini berusia 50 tahun itu merupakan keturunan Lebanon yang keluarganya penganut Katolik yang taat. Namun abel mengaku selalu memiliki keraguan tentang iman orang-orang di sekitarnya sejak kecil.

''Saya dilarang komuni karena saya bertanya. Saya bertanya tentang selibat, tentang mengapa mereka tidak membantu orang miskin meskipun gereja memiliki emas, tetapi masih meminta umat untuk menyumbang, ketika saya berusia sembilan tahun,'' kata Abel Buzarquis dalam sebuah sesi wawancara dengan Anadolu Agency (AA) di kantornya di Universitas Buenos Aires, seperti dilansir Daily Sabah, Kamis (21/4/2022). 

Pencarian imannya berubah pada 2017 ketika ia memutuskan mengambil penerbangan panjang ke Spanyol untuk menghadiri program pelatihan dengan singgah di Istanbul atas rekomendasi temannya.

''Sepertinya sekarang itu adalah tiket sekali jalan. Saya meninggalkan hati saya di sana. Saya tidak berbicara bahasa Turki dan bahasa Inggris saya berkarat, tetapi saya tidak pernah merasa seperti orang asing selama berada di Istanbul,'' katanya.

Panggilan azan yang didengarnya untuk pertama kali ketika berada di Istanbul benar-benar menarik Buzarquis untuk masuk Islam. 8'Ketika saya pertama kali mendengarnya, saya sedang makan siang. Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa Turki adalah 'negara yang sulit' sebelum kunjungan saya, dan ketika saya mendengar azan dari pengeras suara, saya pikir itu seperti sirine serangan udara. Saya melihat sekitar, tidak ada yang bergerak sama sekali. Orang-orang menjalani kehidupan mereka,'' katanya.

Setelah mendengarkan kumandang adzan untuk pertama kalinya, ia pun memutuskan berkunjung ke Masjid Biru atau Masjid Sultan Ahmed yang menjadi landmark bersejarah era Ottoman di Istanbul.

"Saya berdiri di tengah orang-orang dan saya merasakan sesuatu yang aneh. Saya pikir saya menemukan sesuatu yang telah lama hilang dan mulai menangis," kenangnya. 

Kemudian, Buzarquis pun kembali mendengar adzan. ''Seorang laki-laki menepuk pundak saya dan mengangguk untuk pergi ke belakang pagar kayu (sebelum berkumpulnya jamaah untuk sholat). Saya pergi ke sana dengan turis lain dan mulai(99 memperhatikan mereka. Itu hanya pagar kecil yang bisa saya lompati dengan mudah tetapi saya merasa seperti ada celah besar yang memisahkan saya dari orang-orang yang berdoa," jelasnya. 

Kunjungannya ke Istanbul berlangsung selama empat hari, tetapi dia merasakan dorongan untuk kembali. Ia pun melakukannya. Sepuluh hari kemudian dia kembali, bertemu lebih banyak orang.

Setelah kembali ke rumah, Buzarquis mencurahkan waktunya untuk belajar lebih banyak tentang Islam. 

''Saya merasa gelisah dan musik adalah satu-satunya hal yang menenangkan saya. Saya mencari secara online beberapa musik yang mungkin berhubungan dengan Islam tetapi sebaliknya, saya menemukan versi adzan dan bacaan Alquran yang berbeda. Saya mulai mendengarkannya saat bepergian, untuk bekerja, dan mulai merasa tenang,'' katanya. 

Ia mulai mengunjungi masjid-masjid di Buenos Aires, belajar bahasa Arab dan mengajukan pertanyaan kepada para imam tentang Islam. Segera, dia menjadi rutin ke masjid tiga hari seminggu, di mana Muslim mengajarinya tentang sholat dan zakat, sedekah dan rukun Islam. 

""Zakat adalah jawaban atas pertanyaan saya tentang iman. Saya melihat cara yang sempurna untuk membantu orang lain dalam zakat,'' katanya. 

Buzarquis kemudian mulai melakukan sholat dengan orang lain tetapi tanpa syahadat. "Orang-orang bertanya kepada saya mengapa saya tidak bersyahadat, tetapi saya memberitahu mereka hatiku masih belum siap. Setelah merasa siap, saya bersyahadat pada Januari 2018 dan melanjutkan sholat berjamaah," katanya.

Perjalanan berikutnya ke Turki semakin memperkuat imannya. Buzurquis mengatakan dia tidak khawatir akan melewatkan sholat karena ada cukup banyak masjid di Turki. 

"Turki adalah tempat saya mulai serius mempertimbangkan untuk pindah ke Islam. Ini adalah tempat di mana Islam mengudara. Ini adalah perasaan yang kuat. Ketika saya kembali ke Turki, saya mengunjungi Masjid Biru lagi dan menangis. Saya merasa seperti kembali ke sana. Ke rumah."

Setelah menjadi mualaf, ia memilih nama baru untuk dirinya sendiri yaitu Abdul Jalil. Pada 2019, ia mendapat kesempatan untuk berhaji.***