JAKARTA - Dampak perubahan iklim semakin nyata dan Pemerintah Indonesia sangat menyadari hal ini. Pada 19 Oktober 2016 Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris yang menyetujui pembatasan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius. Saat ini pemerintah sedang menyelesaikan peta jalan komitmen penurunan emisi (Nationally Determined Contributions, NDC) sampai dengan 2030 dengan fokus pada sektor pendayagunaan lahan dan kehutanan serta sektor energi.

Pemerintah telah menunjukkan komitmennya, namun hal ini tidak berhenti sampai di sini saja. Komitmen untuk menghadapi perubahan iklim juga harus didukung oleh pemerintah daerah di berbagai tingkatan, mulai dari tingkat provinsi hingga desa/kampung. Selain itu, komitmen ini juga wajib didukung oleh masyarakat, dunia usaha, serta lembaga swadaya masyarakat. ''Komitmen pemerintah pusat harus didukung oleh kesadaran bahwa semua pihak dari berbagai lapisan juga berperan sangat penting dalam mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim,'' ungkap Rizal Algamar, Country Director The Nature Conservancy (TNC) Indonesia.

Untuk mendukung komitmen pemerintah dalam NDC, sejak awal tahun ini TNC telah membantu pemerintah provinsi Kalimantan Timur dalam mengembangkan inisiatif Kesepakatan Pembangunan Hijau atau Green Growth Compact (GGC). Inisiatif ini menekankan upaya partisipatif dan kolaboratif antar pemangku kepentingan di berbagai tingkat dan peran dalam pengelolaan hutan agar kegiatan pembangunan berkelanjutan dapat berkontribusi dalam skala yang lebih besar.

''TNC membantu Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur karena provinsi ini merupakan 4 besar daerah penghasil emisi nasional yang telah memiliki strategi pembangunan hijau, mengembangkan Rencana Aksi Daerah untuk pengurangan Gas Rumah Kaca, serta melakukan moratorium terkait perizinan pertambangan, kehutanan, dan pengembangan kelapa sawit yang baru,'' tambah Rizal. Selain itu, Kaltim merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang mempertahankan Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI).

Bulan September 2016 lalu Kesepakatan Pembangunan Hijau diluncurkan di tingkat nasional oleh Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya sebagai pemimpin bersama (co-lead). Saat ini Kesepakatan Pembangunan Hijau telah mendapatkan dukungan dari enam kabupaten, empat universitas, tiga negara sahabat, Bank Dunia, empat perusahaan sumber daya alam (mewakili industri kelapa sawit, kehutanan, batu bara, minyak dan gas), satu pemimpin adat desa dan dua organisasi non-pemerintah internasional dan institusi pembangunan, termasuk TNC.

Dalam pelaksanaannya, Kesepakatan Pembangunan Hijau diharapkan dapat secara bersama mengembangkan pedoman kebijakan dan program yang akan mencapai tujuan Pembangunan Hijau Kaltim. Untukitu, DDPI Kaltim akan berperan sebagai koordinator. ''Kami akan memantau komitmen para pihak yang sudah bertanda tangan,'' ujar Ketua DDPI Kalimantan Timur Prof Daddy Ruhiyat.

Kampung Merabu merupakan salah satu contoh kampung/desa yang mendukung Kesepakatan Pembangunan Hijau. Merabu yang sudah memiliki izin pengelolaan hutan desa seluas 8.245 hektar tengah mengembangkan potensi peternakan sapi, perkebunan karet dan meningkatkan beberapa kegiatan mata pencaharian lainnya yang menyeimbangkan antara peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan perlindungan hutan. ''Demi kesejahteraan bersama dan kelangsungkan ekosistem di tanah kelahiran kami, masyarakat berada di barisan depan dalam kesepakatan ini,'' kata Kepala Desa Kampung Merabu Franly Aprilano Oley.

Sebagai bagian dari Kesepakatan Pembangunan Hijau, Kalimantan Timur juga sudah mengembangkan inisiatif prakarsa purwarupa (prototype initiative) yaitu pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Koridor Orangutan Bentang Alam Wehea-Kelay. Mencakup wilayah seluas 308.000 hektar, inisiatif ini melibatkan berbagai pihak yang memiliki komitmen untuk menjaga kelestarian orangutan melalui perlindungan habitatnya yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kaltim; Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kaltim; Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea (BP-Huliwa) Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kaltim; Lembaga Adat Wehea; TNC Indonesia; Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)-Hutan Alam PT Gunung Gajah Abadi; IUPHHK-Hutan Alam PT Narkata Rimba; IUPHHK-Hutan Alam PT Karya Lestari; IUPHHK-Hutan Alam PT Wanabhakti Persada Utama; IUPHHK-Hutan Tanaman PT Acacia Andalan Utama; dan perusahaan perkebunan sawit PT Nusantara Agro Sentosa. Ini merupakan inisiatif pertama dalam skala besar di Indonesia yang mengutamakan kekuatan kolaborasi lintas sektoral dalam menjaga keutuhan habitat orangutan.

Pengelolaan KEE Koridor Orangutan Bentang Alam Wehea-Kelay mendorong penerapan best management practices (BMP) oleh pemegang IUPHHK Hutan Alam atau Hutan Tanaman Industri , maupun perkebunan sawit. ''Inisiatif ini sifatnya terbuka, pemangku kepentingan lain juga dapat bergabung untuk berkontribusi langsung dalam pengelolaan KEE Koridor Orangutan Bentang Alam Wehea-Kelay. Kebersamaan ini diharapkan dapat mendukung upaya pelestarian habitat orangutan Kalimantan. Selain itu, upaya ini dapat juga mendukung Pemerintah Kalimantan Timur melalui Kesepakatan Pembangunan Hijau,'' ucap Kepala BLH Kaltim Riza Indra Riadi.

Pada November 2016 Indonesia akan kembali berkiprah dalam forum iklim internasional COP ke-22 di Maroko. Dalam kesempatan ini delegasi Indonesia akan bernegosiasi dengan delegasi negara-negara lain, khususnya terkait dengan implementasi Kesepakatan Paris dan isu-isu perubahan iklim lainnya. Di acara ini, Indonesia akan berbagi beberapa contoh inisiatif dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Pada perhelatan COP 22, TNC akan mengadakan panel di Paviliun Indonesia pada 14 November 2016 dengan tema ''Enhancing Multi-stakeholder Partnership and Committments in East Kalimantan Towards Green Growth'' yang akan menghadirkan Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Energi Australia Josh Frydenberg, Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak, CEO Triputra Agro Persada Arif P. Rachmat, dan Penasehat Senior untuk David and Lucile Packard Foundation Frances Seymor.

TNC juga akan menghadirkan Kepala Kampung Merabu Franly Aprilano Oley untuk berbicara terkait pengalamannya dalam mengelola hutan desa dalam “CSO FORUM: Best Practices on Social Forestry” bersama perwakilan dari WALHI, AMAN dan JANTAM pada 9 November 2016. “Kami sangat antusias dengan keterlibatan Indonesia di COP 22. Kami berharap inisiatif Kesepakatan Pembangunan Hijau yang tengah dikembangkan oleh Pemprov Kalimantan Timur dapat tampil sebagai salah satu contoh upaya pembangunan rendah emisi yang sejalan dengan pencapaian target NDC Indonesia,” tutup Rizal.

Tentang TNC

The Nature Conservancy adalah organisasi konservasi terkemuka yang membawa dampak konservasi di 69 negara di seluruh dunia untuk melindungi darat dan perairan di mana semua kehidupan bergantung. Di Indonesia, TNC telah bekerja dalam kemitraan konservasi dengan pemerintah, masyarakat dan sektor swasta selama lebih dari 25 tahun, memajukan solusi untuk perlindungan hayati, pengelolaan sumberdaya alam dan perubahan iklim untuk kepentingan masyarakat dan alam. Dengan menggunakan model-model pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis sains, TNC memberikan solusi dalam penyusunan kebijakan dan mempengaruhi tata kerja dan kelola yang berakibat pada bertambahnya konservasi darat dan laut di Indonesia yang dikelola secara efektif. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi www.nature.or.id. ***