JAKARTA - Asap tebal menyelimuti wilayah Provinsi Riau sejak beberapa pekan belakangan. Pada Jumat (13/9), kabut asap bahkan sempat melumpuhkan aktivitas pemberangkatan dan pendaratan pesawat di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru.

Dikutip dari republika.co.id, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menjelaskan, tebalnya kabut asap di Riau disebabkan kondisi angin yang bertiup dari selatan Riau. 

Dwikorita mengatakan, kondisi titik panas (hotspot) di Riau setiap harinya fluktuatif. Artinya, ada saat jumlah titik api naik, dan sebaliknya terkadang jumlah titik api mengalami penurunan. 

''Angka yang saya sebutkan (titik panas) kan angka akumulatif. Tetapi kalau hariannya itu tidak selalu naik. Kadang-kadang turun, bahkan tren-nya saat ini agak turun. Tetapi kenapa asapnya banyak? Karena juga angin itu di selatan Riau bertiup lebih kencang tapi melambat di zona atas Riau,'' ujar Dwikorita di Graha BNPB, Jl Pramuka, Jakarta Timur, Sabtu (14/9). 

Angin tersebut, lanjut dia, membawa asap dari daerah selatan Riau seperti Jambi dan Riau bagian selatan.

Dwikorita menyebut lokasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) lebih banyak terjadi di bagian selatan Riau. 

''Kemudian (asap) tersapu (angin) dan terkumpul di Riau,'' ungkapnya.  

Selain itu, kondisi angin yang ada di atas Riau bertiup lambat. Namun, di Selat Malaka angin bertiup cepat.  

''Sehingga Kondisinya agak terisolir di Riau tadi (asapnya),'' tambah Dwikorita. 

Sebagaimana diketahui, berdasarkan data di laman BMKG, sejak Jumat pagi sekira pukul 06.00 WIB, ada sekitar 1.319 titik panas yang menjadi indikasi awal kebakaran di Pulau Sumatera. Di Riau saat ini ada sekitar 239 hotspot.

Kualitas udara di Provinsi Riau sudah dinyatakan berbahaya pada Jumat (13/9) oleh BMKG. Sementara itu, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di Riau sejak Jumat sudah mencapai titik berbahaya.***