PEKANBARU - Tersiar kabar, penasehat hukum Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Yan Prana, akan melakukan praperadilan terhadap penahanan yang dilakukan oleh jaksa pasca penahanan oleh Kejati Riau. Sebelumnya juga sudah dilakukan upaya hukum dengan melakukan permohonan penangguhan penahanan.

Menanggapi hal itu, Kejati Riau mengaku sangat siap untuk melayani jika nantinya pihak penasehat hukum Yan Prana melakukan praperadilan terkait penahanan Yan Prana.

"Kami siap seandainya ada gugatan praperadilan di pengadilan negeri. Otomatis tim penyidik siap menghadapi gugatan itu," ujar Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, Kamis (7/1/2021) petang.

Selanjutnya Raharjo menjelaskan, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, penyidik dipastikan telah mengantongi minimal dua alat bukti permulaan. Dalam hal penetapan tersangka terhadap Yan Prana, pihaknya sudah mengantongi bukti itu, berupa keterangan saksi, surat, keterangan tersangka, petunjuk, dan keterangan ahli.

"Dalam hal ini, penyidik menetapkan tersangka tidak semudah seperti yang dibayangkan. Kami sudah memenuhi mekanisme yang telah diatur dalam putusan mahkamah konstitusi terkait minimal alat bukti. Jadi kami menetapkan tersangka sudah sesuai pertimbangan yang alat bukti yang cukup, bahkan lebih dari 2 alat bukti," lanjut Raharjo.

Sebelumnya kata Raharjo, penasehat hukum Yan Prana sempat mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan. Namun, permohonan itu, tidak dikabulkan oleh tim penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau.

Diberitakan sebelumnya, Yan Prana awalnya dipanggil sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi anggaran rutin di Bappeda Kabupaten Siak, pada hari Selasa (22/12/2020). Dan datang untuk diperiksa sejak pukul 09.00 WIB.

Kemudian, setelah diperiksa kurang lebih selama 5 jam, penyidik Pidsus Kejati Riau, menetapkan Yan Prana sebagai tersangka, pada pukul 14.00 WIB.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, kemudian Kejati Riau, memutuskan untuk melakukan penahanan terhadap Yan Prana, selama 20 hari kedepan di Rumah Tahanan (Rutan) Sialang Bungkuk.

Yan Prana tampak keluar dari gedung Kejati Riau, dengan dikawal petugas Kejaksaan Tinggi pukul pada pukul 15.40 WIB, mengenakan kemeja putih dibalut rompi orenye tahanan Kejati, langsung masuk ke mobil tahanan.

"Ya ini adalah proses penyelidikan, tadi penyidik berpendapat, pertama, ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian sore hari ini kita sudah lakukan penahanan untuk 20 hari kedepan," ujar Aspidsus Kejati Riau, Hilman Azazi.

Kemudian Hilman menjelaskan, mengapa pihaknya langsung melakukan penahanan, terhadap orang nomor satu, di jajaran PNS Provinsi Riau itu? ''Alasan ditahan itu ada tiga, pertama, potensi melarikan diri, saya rasa itu tidak mungkin, karena yang bersangkutan pejabat publik. Kalau mengulangi tindak pidana, itu kan kejadiannya di Siak, jadi saya rasa tidak juga. Tapi alasan menghilangkan barang bukti, itu yang menjadi alasan kita, termasuk dicurigai melakukan penggalangan saksi," bebernya.

Selanjutnya, akibat perbuatan Yan Prana, dari perhitungan penyidik, kerugian negara sementara, diperkirakan sekitar Rp1,8 miliar lebih.

"Jadi modus operandi yang bersangkutan sebagai PA, melakukan pemotongan atau pemungutan setiap pencarian yang sudah dipatok, yang bisa kita buktikan 10 persen setiap pencairan, saat dia menjadi Kepala Bappeda Siak, yang dipotong itu kurang lebih Rp1, Rp2 atau 1,3 miliar gitu," papar Hilman.

Terakhir Hilman berpendapat, kalau Yan Prana tidak memiliki niat untuk mengembalikan kerugian negara, karena dari awal mulai penyelidikan, Yan Prana tidak ada mengutarakan hal itu, bahkan sempat mangkir dari panggilan penyidik.

"Dia tidak ada iktikat baik, kalau ada seharusnya dia mengakui kan, dan menyerahkan itu (uang ganti kerugian negara)," tutup Hilman.

Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat dengan Pasal 2 jo pasal 3 Pasl 10 pasal 13 f UU Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 1998 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 31 Tahun 2001.

Ada tiga OPD di Kabupaten Siak, yang diduga telah terjadi penyimpangan anggaran didalamnya. Diantaranya Sekretariat Daerah, Bappeda dan Badan Keuangan Daerah (BKD). ***