JAKARTA - Akun Instagram resmi program Kartu Prakerja prakerja.go.id ramai dibanjiri komentar yang berisi keluhan peserta gagal menerima insentif. Padahal, peserta mengaku telah mengikuti rangkaian pelatihan hingga pengisian survei.

Sebut saja, pemilik akun Instagram @andinimarisaandini yang melaporkan jika insentifnya gagal cair. "Insentif punya saya pun gagal, bagaimana caranya supaya bisa dicairkan uangnya," tulisnya dalam kolom komentar Instagram prakerja.go.id.

Serupa, Erwin Hadi Wijaya pemilik akun genkpazt juga mengaku telah menyelesaikan seluruh proses yang menjadi prasyarat menerima insentif.

"Mimin untuk pencairan tanggal 13 kenapa belum cair ya min... Ulasan, rating dan sertifikat udah ok.. NIK udah sesuai tapi masih tulisan belum proses ada masalah atau bagaimana min," tulisnya.

Keluhan di atas hanya dua contoh dari banyak luapan keluhan lainnya di akun Instagram resmi Kartu Prakerja. Pihak Manajemen Pelaksana (PMO) Kartu Prakerja pun mencoba memberikan penjelasan dan tanggapan atas keluhan tersebut.

Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan kegagalan pencairan insentif disebabkan permasalahan teknis. Misalnya, perbedaan NIK peserta dengan akun rekening bank maupun e-wallet, sehingga membuat pencairan insentif terkendala.

Lihat juga: 36 Persen Peserta Kartu Prakerja Kembali Kerja dan BerbisnisSelain itu, sejumlah peserta belum memperbarui e-wallet hingga menggunakan nomor rekening orang lain. Karenanya, Denni meminta para peserta memperbarui e-wallet dan memastikan semua data kepesertaan mereka mulai dari nomor rekening, e-wallet, nomor telepon, hingga nomor kepesertaan Kartu Prakerja lengkap dan sesuai.

"Jadi yang diperlukan melakukan upgrade rekening bank maupun e-wallet teman-teman, kemudian ketika upgrade bisa saja gagal karena teleponnya ganti, rekening ganti, kemudian NIK beda dengan NIK yang ada di pendaftaran Kartu Prakerja," ujar Denni, Selasa (15/9).

Ekonom Center of Reform on Economy (CORE) Indonesia Ahmad Akbar Susamto menilai keluhan peserta tersebut seharusnya menjadi momentum bagi PMO melakukan evaluasi menyeluruh pada program Kartu Prakerja tersebut.

"Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh atas program Kartu Prakerja," ujarnya.

Ahmad sendiri mengaku dia merupakan pihak yang menolak program Kartu Prakerja diselenggarakan di tengah pandemi covid-19 guna menyalurkan bantuan kepada masyarakat terdampak. Fakta bahwa pelaksanaannya kerap mengalami kendala, ia menilai ini membuktikan jika program tersebut belum siap.

"Kalau saya boleh melihat sudut pandang yang luas, masalah yang muncul menunjukkan sebetulnya Prakerja belum siap, dipaksakan begitu dan dari awal ini memang sudah bermasalah," ucapnya.

Untuk mengingatkan, ini bukan pertama kali Kartu Prakerja mengalami kendala. Ketika dimulai, program ini sempat menuai kritik atas polemik kepentingan karena salah satu pemilik mitra platform juga menjabat sebagai staf khusus Presiden Joko Widodo.

Hingga akhirnya, CEO Ruang Guru Belva Devara mengundurkan diri dari posisinya guna menghindari konflik kepentingan dalam program Kartu Prakerja. Kejadian ini berujung dengan keluarnya Ruang Guru sebagai mitra platform Kartu Prakerja.

Ahmad melanjutkan alasannya menilai Kartu Prakerja tidak tepat dilakukan saat ini karena tujuan program itu tidak relevan untuk situasi pandemi sekarang. Secara garis besar, lanjutnya, program tersebut bertujuan untuk pengembangan kompetensi kerja dan kewirausahaan sehingga mendekatkan pencari kerja dengan lapangan kerja.

"Padahal di tengah situasi sekarang tidak relevan untuk mencari kerja, orang yang bekerja saja di-PHK," katanya.

Oleh sebab itu, ia menilai pemerintah sebaiknya melakukan evaluasi secara menyeluruh salah satu program andalan Presiden Jokowi ini. Ia menilai guna menyikapi situasi pandemi bantuan paling tepat adalah dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) sehingga bisa segera sampai ke tangan masyarakat yang membutuhkan.

Belum lagi, batasan syarat penerima insentif juga sangat longgar. Dengan demikian, pemerintah tidak bisa memastikan apakah penerima tersebut merupakan tepat sasaran.

"Jadi, tujuan Kartu Prakerja itu tidak relevan dengan kondisi saat ini. Mungkin, kalau situasi normal boleh karena Prakerja didesain di tengah situasi normal bukan di tengah situasi tidak normal," ucapnya.

Senada, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto juga menilai pemerintah perlu melakukan evaluasi atas berjalannya program ini. Sejumlah faktor ditengarai menjadi kendala dalam pencairannya, baik dari sisi manajemen pelaksana maupun dari peserta.

Dari segi PMO sebagai pelaksana, Eko menilai perlu memperbanyak komunikasi utamanya perihal teknis kepada peserta. PMO harus menegaskan kembali jika langkah-langkah tersebut akan menentukan kelancaran pemberian insentif. Misalnya, penegasan pembaruan e-wallet hendaknya sudah dikomunikasikan sejak awal.

"Kemudahan dalam akses dan kemudahan dalam pengisian data juga penting," tuturnya.

Selanjutnya, ia mengatakan sebaiknya PMO menyediakan mekanisme komplain yang secara khusus mengatasi masalah teknis. Sebetulnya, PMO telah menyediakan layanan email maupun call center bagi peserta.

Namun, diketahui masih banyak keluhan menyasar kepada Instagram yang mengindikasikan jika belum semua peserta mengetahui mekanisme pengaduan tersebut, atau belum sepenuhnya keluhan peserta bisa diakomodasi melalui email maupun call center.

Mengamini pernyataan Ahmad sebelumnya, Eko menuturkan dalam situasi pandemi ini masyarakat membutuhkan percepatan insentif untuk membantu mereka bertahan. Terlebih, para korban PHK maupun masyarakat yang kesulitan mencari kerja.

"Mungkin sudah ada (mekanisme komplain). Tapi, mungkin ke depan bisa lebih proaktif case by case biar lebih cepat penangannya. Karena, kalau terlalu banyak nanti bisa jadi isunya membesar dan kurang profesional," imbuhnya.

Ke depan, ia meminta PMO tidak terjebak dengan pelatihan yang paling banyak dicari oleh pekerja. Lebih dari itu, PMO hendaknya bisa melakukan link and match (penyesuaian) pelatihan ketrampilan dengan lapangan kerja yang mampu bertahan dan bangkit terlebih dulu saat pandemi.

Misalnya, salah satu pelatihan paling laris adalah bahasa asing. Namun, Eko mempertanyakan bagaimana jika lapangan kerja yang membutuhkan keterampilan ini justru bangkit paling akhir usai pandemi, misalnya sektor pariwisata dan perhotelan.

Karenanya, ia menyarankan agar PMO bisa merekomendasikan pelatihan yang mendekati kebutuhan pasar. Idealnya, menurut Eko, outcome dari Prakerja adalah peserta yang memiliki keterampilan terbatas dapat memiliki keterampilan baru yang dapat digunakan untuk masuk ke pasar kerja.

"Untuk hari ini karena masih tidak ada lowongan karena covid-19 sehingga itu tidak efektif. Tapi, kalau untuk penyaluran bansos saya rasa sebagian besar sudah dapat," tuturnya.

Bukan hanya dari segi PMO, ia menduga masih terdapat kelalaian dari sisi peserta. Jika berdasar penjelasan PMO kendala pencairan lebih karena faktor teknis, maka Eko menduga sejumlah peserta salah melakukan input data sesuai dengan syarat Kartu Prakerja sehingga insentif tidak cair.

"Kalau melihat dari alasan karena pemahaman prosedur, sepertinya langkah-langkah itu belum dilakukan dengan baik oleh peserta," katanya.

Program Kartu Prakerja sudah dibuka sejak April lalu, dan sekarang telah selesai gelombang 8. Pemerintah menargetkan pemberian Kartu Prakerja kepada 5,6 juta orang terdampak PHK serta pekerja informal yang pendapatannya tertekan akibat penyebaran virus corona.

Setiap peserta akan mendapatkan total insentif bantuan pelatihan sebesar Rp3,55 juta. Dana itu terdiri dari biaya pelatihan sebesar Rp1 juta, insentif pasca pelatihan Rp600 ribu per bulan selama empat bulan, dan insentif survei sebesar Rp50 ribu untuk tiga kali.***