GONTOR - Tentang pemutaran film G 30 S/PKI membuat sejarah kejadian masa lalu bermunculan. Banyak versi yang bermunculan.

Demikian juga dengan Kyai Pondok Gontor angkat bicara dengan isu PKI yang saat ini berkembang. Karena secara tidak langsung, Pondok Modern Darussalam Gontor, santri beserta Kyai menjadi sasaran peristiwa kelam 1948.

Putra dari Kyai Pondok Modern Darussalam Gontor, Imam Zakarsyi (alm), yakni Prof dr Amal Fathullah Zakarsyi, angkat bicara. Menurutnya, banyak sejarah yang harus diluruskan.

Dia menjelaskan, 1948 di Madiun Raya sudah mencekam. Karena PKI, saat itu mendirikan republik soviet dan menjadikan Dungus Madiun sebagai Ibu Kota dengan Perdana Menteri Muso.

Otomatis, Magetan, Ponorogo, Pacitan menjadi sasaran berikutnya. Kyai di Pondok Takeran Magetan sudah dihabisi oleh PKI.

Data awalnya, 60 kyai beserta santri. Tapi, yang ada lebih dari itu sekitar 168 orang tewas dikubur hidup-hidup. Kemudian PKI geser ke Ponorogo. Dengan sasaran Pondok Modern Darussalam Gontor.

"Keadaan sangat kacau. Pondok dulu tidak, seperti selarang yang megah. Bangunannya hanya berupa gedek," kata Rektor Universitas Darussalam Gontor (Unida) Ponorogo, kepada wartawan di ruangannya.

Dia menjelaskan, saat itu dua kyai utama, Kyai Sahal dan Kyai Ima Zakarsyi kabur ke Kediri bersama santri dan beberapa ustad. Di Pondok yang berada di Desa Gontor, Kecamatan Mlarak tersebut hanya lurah pondok, Kyai Syoiman Lukman Nur. Dan pelindung atau kepala Desa Gontor, Sukarto.

"PKI langsung menyerbu Gontor. Tapi harus kecewa karena yang ada hanya dua orang saja. Sedangkan santri, ustad sudah tidak ada," tambahnya sambil mengenang.

Beruntung, lanjut dia, dua orang yang ada di Pondok tidak dihabisi. Hanya saja, semua buku berbau arab dibakar. Pun beberapa bangunan pondok dibumi hanguskan.

"Yang sekarang tersisa hanya masjid, padepokan pondok. Yang lain habis dibakar," tambahnya.

Pun, nasib Kyai Sahal, Kyai Zakarsi, beberapa ustad dan santri bertemu PKI. Mereka dibawa ke Desa Sooko, disekap dan disiksa.

"Nah, disitu berebut mati. Bukan di Gontor yang seperti di sosial media. Antara bapak saya dan bapaknya Kyai Hasan," bebernya.

Kemudian, terjadi dialog seperti ini, Ben aku wae sing mati..Uduk kowe Zar, kowe isih enom, ilmu-mu luwih akeh, bakale pondok iki mbutuhne kowe timbangane aku.

Aku wis tuwo, wis tak ladenani PKI kuwi..Ayo pak Zar, njajal awak mendahno lek mati…” (Biar saya yang mari, bukan kamu (karena KH Imam Zarkasyi adalah adik kandung beliau). Kamu lebih muda, ilmumu lebih banyak, pesantren ini lebih membutuhkan kamu daripada saya. Saya sudah tua, biar saya hadapi PKI-PKI itu. Ayo pak Zar, mencoba badan, walau sampai mati…”

Sehingga, lanjut dia, mereka dibawa ke Masjid Muhammadiyah yang sekarang berada di Jalan Soekarno Hatta. Masjid tersebut sudah dikelilingi bom.

"Ibaratnya tingga menunggu waktu saja. Tinggal komando bilang serang. Semua akan tewas," tambahnya.

Namun, Tuhan berkata lain. Saat itu tentara siliwangi datang. Memang benar, pasukannya hanya beberapa. Tapi mereka punya taktik.

"Memang tentara siliwangi sudah menyergap. Di seluruh penjuru dengan senjatanya. Akhirnya tawanan dibebaskan dan diungsikan. PKI mundur teratur," ujarnya.

Sementara, dia mengaku, sangat setuju film G 30/SPKI diputar kembali. Bahkan kalau perlu ada pemutaran film PKI tahun 1948. ***