BANDUNG -- Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Korem 133/Nani Wartabone (NWB), Kolonel Infanteri Priyanto, diduga menabrak sejoli Handi Saputra (16 tahun) dan Salsabila (14) di wilayah Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 8 Desember 2021 lalu.

Setelah menabraknya, Kolonel Priyanto bersama pelaku lainnya, yakni Kopral Dua (Kopda) DA, personel Kodim 0730/Gunung Kidul, Kodam IV/Diponegoro serta Kopda Ahmad, anggota Kodim 0716/Demak, membuang tubuh kedua sejoli itu ke Sungai Serayu di Banyumas, Jawa Tengah.

Dikutip dari merdeka.com, Handi ternyata masih hidup saat dibuang ketiga pelaku ke Sungai Serayu. Hal itu terungkap dari hasil autopsi yang dilakukan tim Bidang Kedokteran Kesehatan (Biddokkes) Polda Jateng terhadap jasad korban Handi Harisaputra, warga Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut dan Salsabila, warga Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung.

Kabid Dokkes Polda Jateng Kombes Pol Summy Hastry menjelaskan, dari hasil pemeriksaan lengkap, terbukti saluran napas Handi terlihat dipenuhi pasir atau air sungai hingga paru-paru. Hal ini menjadi bukti kuat, Handi masih sempat menarik napas saat berada di aliran sungai.

''Jadi itu membuktikan waktu dibuang, dia masih keadaan hidup atau mungkin karena memang tidak sadar waktu itu,'' kata Summy Hastry.

Sementara Salsabila, terang Hastry, sudah dalam keadaan meninggal di lokasi tabrakan. Pada jasad Salsabila ditemukan luka berat di bagian kepala. Luka tersebut terjadi lantaran benturan keras saat insiden. Dari kondisi luka parah tersebut, Hastry memastikan jika Salsabila meninggal dunia di lokasi tabrakan.

''Kita periksa jenazah wanita sudah dalam keadaan meninggal karena mengalami luka parah bagian kepala belakang sampai depan. Dan dicek patah tulang tengkorak bawah,'' ujarnya.

Menurutnya, lokasi pembuangan mayat korban kini telah menjadi kewenangan penyidik dari Polda Jabar.

''Kalau korban wanita memang meninggal di Jabar dan dibuang dalam keadaan meninggal. Untuk yang laki-laki dibawa dan dibuang dalam keadaan hidup. Tapi dari air aliran sungai mana, saya tidak tahu asalnya. Yang pasti lokasi pertama dibuangnya jasad itu masih diselidiki oleh Polda Jabar dan Polda Jateng'' pungkas Hasty.

Kronologi Pasca Kecelakaan

Sebelumnya, kronologi pasca kecelakaan diungkap oleh seorang saksi, S (25). Kala itu, S mengaku tengah mengisi bahan bakar di sekitar lokasi kejadian.

Saat hendak menyeberang, ia mendengar suara benturan. Ternyata, sepasang remaja ditabrak sebuah mobil. Ia mencoba turun dari kendaraan dan ingin membantu.

S mengaku melihat korban masih di tengah jalan dan melihat ada tiga orang dalam mobil. Tiga orang tersebut lantas keluar dan mencari keberadaan korban.

Sebelum dimasukan ke dalam mobil, korban laki-laki saat itu sempat disimpan di bagian depan mobil, lalu kemudian dibawa ke bagian bagasi. Sedangkan korban perempuan, disimpan di bagian jok tengah mobil.

Korban Dibawa Mobil

Mobil yang digunakan untuk mengevakuasi korban disebutnya berwarna hitam. Saat melaju, ia masih ingat betul lampu hazard dinyalakan, dan saat bergerak tidak terlalu cepat.

Setelah mobil itu melaju, S mengaku bergegas pulang karena ada urusan yang harus diselesaikan. Untuk tiga orang yang turun dari mobil tersebut, S mengatakan, salah satunya menggunakan pakaian warna putih, sedangkan dua lainnya berwarna hitam.

''Dua dari tiga orang itu mengevakuasi ke dalam mobil. Setelahnya mobil itu mengarah ke Limbangan,'' ungkapnya.

Sejak saat itu, keberadaan kedua korban tidak diketahuinya, sampai akhirnya ditemukan di dua lokasi berbeda di sungai dalam kondisi meninggal dunia.

Benarkan Pelaku Kolonel Priyanto

Dikutip dari Republika.co .id, Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Danpuspomad) Letnan Jenderal (Letjen) Chandra Warsenanto Sukotjo membenarkan jika pelaku penabrak dan pembuang jasad sejoli Handi-Salsa adalah Kolonel Infanteri Priyanto.

''Betul Mas,'' kata Chandra kepada Republika di Jakarta, Sabtu (25/12/2021).

Chandra juga membenarkan, Kolonel Priyanto sedang diperiksa intensif oleh penyidik Polisi Militer Kodam (Pomdam) XIII/Merdeka.

Dijelaskan Chandra, Kolonel Infantri Priyanto saat ini menjabat Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Korem 133/Nani Wartabone (NWB) yang bermarkas di Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Korem NWB berkedudukan di bawah Kodam Merdeka.

Kasus penabrakan pasangan sejoli Handi Saputra (16 tahun) dan Salsabila (14) di wilayah Nagreg, Kabupaten Bandung, terjadi pada 8 Desember 2021. Warga di lokasi dilarang ikut membantu menangani insiden kecelakaan itu.

Namun, warga berhasil memotret tiga orang yang menggotong Handi dan Salsa, yang dimasukkan ke dalam mobil Panther hitam. Foto tersebut viral di media sosial.

Ternyata, tiga personel TNI AD penabrak itu bukannya membawa kedua korban ke rumah sakit, malah membuang Handi dan Salsa ke Sungai Serayu. Jenazah keduanya ditemukan di dua titik berbeda di sepanjang Sungai Serayu yang masuk wilayah Kabupaten Cilacap dan Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) pada 11 Desember lalu.

Selain Kolonel Priyanto, ada dua pelaku lainnya, yakni Kopral Dua (Kopda) DA, personel Kodim 0730/Gunung Kidul, Kodam IV/Diponegoro serta Kopda Ahmad, anggota Kodim 0716/Demak. Saat ini, baik Kopda DA dan Ahmad juga sedang diperiksa penyidik Pomdam Diponegoro di Kota Semarang.

Berdasarkan penelusuran Republika pada Sabtu (25/12), Priyanto pernah menjadi Komandan Kodim (Dandim) Gunungkidul pada 2015-2016. Priyanto yang abiturien Akademi Militer (Akmil) 1994 sempat menjabat Inspektur Utama Umum Inspektorat Kodam (Irutum Itdam) Diponegoro, sebelum promosi menjadi Kasi Intel Korem NWB.

Panglima Perintahkan Dipecat

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal (Mayjen) Prantara Santosa menjelaskan, ketiga personel TNI AD itu dijerat pasal berlapis. Di antaranya, Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, yaitu Pasal 310 dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun dan Pasal 312 yang ancaman pidana penjara maksimal tiga tahun.

Kemudian, melanggar KUHP, Pasal 181 dengan ancaman pidana penjara maksimal enam bulan, Pasal 359 dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun, Pasal 338 yang ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun, serta Pasal 340 yang ancaman pidana penjara bagi pelanggar adalah maksimal seumur hidup.

''Selain akan lakukan penuntutan hukuman maksimal sesuai tindak pidananya. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga telah menginstruksikan penyidik TNI dan TNI AD, serta Oditur Jenderal TNI untuk memberikan hukuman tambahan pemecatan dari dinas militer kepada tiga anggota TNI AD tersebut,'' kata Prantara.***