PEKANBARU, GORIAU.COM -Seorang hakim atas perkara kasus dugaan korupsi proyek pemulihan lahan tercemar limbah minyak dengan penerapan sistem bioremediasi dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY)karena tidur saat digelarnya sidang atas terdakwa Endah Rumbiyanti. Dia memvonis dengan analisa yang dianggap menyalah, tanpa bertimbangan yang cukup kuat.

"Seorang hakim yang selalu tidur saat digelarnya sidang, diberikan amanah untuk merumuskan sebuah fakta persidangan, apakah bisa?. Ini sungguh tidak masuk akal," kata seorang tim kuasa hukum terdakwa kasus bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), Maqdir Ismail dihubungi per telepon dari Pekanbaru, Minggu (21/7/2013).

Seorang hakim yang dimaksud adalah Antonius Budi Antono, yang menjabati sebagai anggota 1 dalam sidang terdakwa Endah Rumbiyanti. Maqdir mengatakan, selain anggota hakim 1, pihaknya juga melaporkan hakim ketua atas nama Sudharmawatiningsih dan hakim anggita 2 yakni Anas Mustakim.

Menurut dia, laporan ke KY untuk tiga hakim tersebut adalah karena mereka memberikan putusan yang berbeda, meski tetap menjatuhkan terdakwa bersalah. "Meski sepakat menjatuhkan hukuman, namun ketiga hakim ini memberikan asalan yang berbeda dan tidak masuk akal," paparnya.

Sebelumnya Endah Rumbiyanti alias Rumbi yang menjabat sebagai Manajer Lingkungan Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS) PT CPI, dalam sidang yang digelar Kamis (18/7) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, divonis bersalah dengan dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider kurungan tiga bulan penjara.

Hakim menilai Rumbi terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi proyek proyek normalisasi lahan tercemar minyak (bioremediasi) di Riau tahun 2006-2011.

Putusan ini dibacakan majelis hakim Tipikor yang terdiri dari Sudharmawatiningsih (ketua), Antonious Widjiantono, Slamet Subagyo, Anas Mustakim, dan Sofialdy.

Hal yang memberatkan Rumbi yakni dianggap merugikan keuangan negara dan kontraproduktif. Adapun hal yang meringankan yakni Rumbi memiliki tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum. Vonis tersebut diwarnai "dissenting opinion" atau perbedaan pendapat.

Namun akhirnya, dari lima hakim itu, tiga hakim masing-masing Sudharmawatiningsih, Anas Mustakim dan Antonius Budi Antono menyatakan Rumbi bersalah. Sementara dua hakim lainnya, yakni Slamet Subagyo dan Sofialdy menyatakan Rumbi tak bersalah.

Menurut kuasa hukum terdakwa, Maqdir Ismail, banyak kerancuan dalam sidang vonis tersebut sehingga memaksa dirinya untuk melaporkan tiga hakim itu ke KY.

"Salah satu opini yang 'ngawur' adalah, terdakwa Rumbi dianggap bersalah karena tidak memberikan saran kepada bawahannya terkait pelaksanaan bioremediasi. Padahal, Rumbi sebagai Manager Lingkungan, bisa memberikan masukan bisa diminta, dan ketika itu dia tidak diminta untuk memberikan saran ataupun masukan kebawahanya," kata dia.(fzr)