SIAK - Kartini. bukan sekadar nama namun telah menjadi simbol emansipasi. berawal dari hasrat agar kaumnya mendapatkan persamaan hak, kebebasan, dan kesetaraan hukum, Begitu juga di Kabupaten Siak, Riau, Gustia Ningsih, Srikandi Manggala Agni Daerah Operasional (Daops) Siak ini tidak takut turun dalam pemadaman kebakaran lahan dan hutan (karlahut) di wilayah kerjanya.

Kesetaraan gender serta berani memperjuangkan hak-hak kaum perempuan tanpa perbedaan menjadi inspirasinya untuk melakukan hal berat yang layaknya dilakukan laki-laki. Ibu tiga anak ini sejak gadisnya memang sudah belajar untuk mengangkat marwah seorang perempuan. Dia tak ingin ada perbedaan dan kelas sosial dengan kaum pria.

"Menjadi anggota Manggala Agni itu adalah pilihan saya karna menurut saya banyak hal yang positif bisa dilakukan. Pekerjaan ini saya mulai di tahun 2005. Misi saya saat itu, saya tidak ingin hidup bergantung dari penghasilan suami saja," kata Neng sapaan akrabnya kepada GoRiau.com, Rabu (21/4/2021).

Bagi Neng, sosok Kartini memperjuangkan emansipasi perempuan Indonesia, sungguh menginspirasinya. Ia rela berada di barikade terdepan sebagai seorang Manggala Agni. Ia telah berjuang melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sedari dulu. Sebagai Manggala Agni perempuan, ia juga bisa berperan sebagai pemegang nozzle di garis depan yang berhadapan langsung dengan api.

Pernah Ia terperosok di kedalam gambut saat memadamkan api yang tengah berkibar sejadi-jadinya. Namun kejadian itu tak membuatnya gugup apalagi jera. Malahan itu semakin memupuk semangatnya bersama tim untuk mejadikan langit tetap biru.

"Bahkan saya harus berjalan kaki sangat jauh ditambah di dalam hutan juga susah signal untuk menghubungi keluarga. Tapi alhamdulilah saya tetap semangat," jelas Neng mengingat suka dukanya saat berjibaku melawan si jago merah.

Berjuang di Manggala Agni ini mengingatkan Neng pada perjuangan Kartini zaman dulu. Kartini telah berhasil menunjukkan kepada dunia luar, bahwa perempuan dapat berbuat lebih dengan kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, di Manggala Agni ia dapat melakukan aksi yang sangat berarti bagi keselamatan bangsa dari ancaman buruk karhutla.

"Menurut saya, selain fitrah sebagai ibu dan seorang istri, perempuan sekarang dapat berkiprah dan berkarya untuk memajukan daerah bahkan negara. Dan pada kasus ebakaran hutan dan lahan menjadi salah satu ancaman bagi kelestarian alam dan lingkungan Indonesia, sebagai Manggala Agni tentu dapat terjun langsung dan berbuat lebih untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman tersebut," kata Neng.

Neng mengaku tidak sulit dalam membagi waktu antara keluarga dan profesionalitas kerja. Setiap hari Neng harus bangun pagi untuk menyiapkan sarapan untuk anak dan suami, karena, tambah Neng, pukul 08:00 WIB, ia harus ikut apel bersama tim merah. Begitu setiap harinya dari Senin hingga Jumat.

"Untuk sabtu dan minggu libur, jadi sisa waktu itulah saya manfaatkan untuk keluarga," ungkap Neng.

Sebenarnya, di Manggala Agni Daops Siak, Neng tak sendiri, ada tiga perempuan luar biasa yang siap bertungkus lumus bersama tim merah. Mereka Srihartati (30), Yusmidar (34), Syahrianti (37).

Tugas dan mimpi mereka juga sama dengan Neng yakni membuat langit Riau tetap biru. Cuma saja, dalam peringatan hari Kartini, Neng menjadi satu satunya Perwakilan Riau sebagai perempuan tangguh dalam pengendalian Karhutla di tingkat tapak dan memenuhi kriteria.

Dalam kesempatan itu, Neng berpesan bahwa jangan adalagi streotep terhadap kaum perempuan tugasnya hanya mengurus dapur, sumur dan kasur. Sebab, di zaman saat ini semua pekerjaan laki-laki juga bisa dikerjakan perempuan.

" Selamat hari Kartini untuk perempuan di Indonesia khususnya di Riau, tetap berkarya dan menjadi inspirasi bagi semua orang," pesan Neng. ***