JAKARTA - Sudah lebih dari empat tahun, Renaldy Bosito (48) masih terus berjuang untuk menuntaskan kasus pemalsuan data identitas dirinya yang digunakan oleh oknum tak bertanggung jawab.

Beragam tindak penipuan telah dilakukan oleh orang tak bertanggung jawab dengan menggunakan nomor induk kependudukan (NIK) dan data pribadi milik Renaldy. Menurut dia, ada beberapa kejadian lagi yang terjadi setelah ia melaporkan kepolisi atas kasus pemalsuan pengajuan kredit pertama kali di tahun 2018, sebelum akhirnya ada kasus penagihan operator telepon. "Maka saya tahu ini sudah bersikulasi ke sana-ke mari," ujar Renaldy dilansir dari Kompas.com, Minggu (1/2/2023).

Pada tahun 2018, pemalsu identitas menggunakan nama Renaldy untuk melancarkan proses kredit mobil merek CRV, Yaris, hingga Fortuner. Kejadian ini bermula ketika pada 12 Januari 2018, ia dihubungi analis Bank BCA Finance. Analis tersebut menanyakan apakah benar Renaldy tengah mengajukan proses kredit mobil jenis Fortuner.

Pada saat itu, Renaldy mengaku sungguh kaget karena ia tidak pernah mengajukan kredit mobil merek apa pun. Lalu pada 21 Februari 2018, Renaldy melaporkan kejadian ini ke Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/966/II/2018/PMJ/Dit.

Lantas, pada tanggal 8 Maret 2018, Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengungkapkan pelaku utamanya adalah H yang saat itu mendekam di Rutan Cipinang sejak bulan Agustus 2017 karena kasus pemalsuan identitas juga. Pelaku H melancarkan aksinya memalsukan NIK dan data diri Renaldy untuk mengajukan berbagai penipuan melalui istirnya berinisial AAA. Renaldy mengatakan, berawal dari kejadian itu, selama empat tahun ini, identitasnya dipakai oleh oknum tak bertanggung jawab itu untuk mengambil kredit di enam tempat.

Kasus penyalahgunaan data Renaldy kembali ia ketahui pada akhir 2021. Orang lain menggunakan identitas dan NIK Renaldy untuk mengajukan aplikasi pinjaman di dua perusahaan keuangan digital atau bank digital. Renaldy menceritakan, ia mengetahui identitasnya telah digunakan oleh suatu perusahaan keuangan atau finansial tanpa sengaja.

Ia mengetahui itu saat ingin mendaftarkan diri ke salah satu bank digital, tetapi bermasalah karena sudah pernah ada yang memakai nama dan NIK Renaldy untuk mendaftar lebih dahulu di bank digital itu. "Saya minta tolong teman saya yang pejabat di group bank tersebut untuk bantu komunikasikan pemalsuan ini. Mereka akhirnya investigasi dan akun yang register saya di-approved. Tapi mereka tidak menjawab ketika saya tanya kenapa bisa terjadi seperti ini," jelasnya.

Renaldy telah membuat laporan polisi (LP) pada awal tahun 2022, dengan nomor LP/B/29/1/2022/SPKT/Polda Metro Jaya. Namun, belum ada kabar lanjutan terkait persoalan itu hingga hari ini. "Sudah membuat LP di Polda Metro Jaya, tapi belum ada progres berarti,” ujarnya.

Data-data yang dipalsukan adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP), wajah, bahkan sampai suara Renaldy. Identitas diri Renaldy juga diketahui telah digunakan untuk membuka rekening di bank digital lainnya pada Juni 2022.

Ia menjelaskan, pembuat akun rekening di bank digital itu baru saja diketahuinya setelah membuat laporan ke polisi atas kasus pengajuan pinjaman ke bank digital di akhir tahun 2021. "Saya baru tahu setelah buat laporan ke polisi yang tahun lalu terkait pemalsuan untuk pengajuan pinjaman di bank digital,” kata Renaldy.

“Ternyata ada pemalsuan juga di bang digital lain yang merupakan bagian dari group besar konglomerat. Di sekitar bulan Juni 2022 kejadiannya, saya baru tahu,” imbuh dia.

Atas perkara ini, kata dia, pihak bank digital itu enggan memberitahu sejak kapan akun yang memakai identitas palsu itu dibuat. Nomor induk kependudukan (NIK) dan data diri Renaldy digunakan oleh oknum tak bertanggung jawab di perusahaan startup untuk biaya tagihan telepon.

Hal itu membuat Renaldy ditagih biaya langganan telepon oleh sebuah operator. Renaldy baru mengetahui penyalahgunaan identitas palsunya itu pada akhir 2021. Ia telah membuat laporan polisi (LP) dengan nomor LP/B/29/1/2022/SPKT/Polda Metro Jaya dan melaporkan hal ini juga ke pihak OJK untuk meminta bantuan. Atas perkara ini, Renaldy pun tidak diperbolehkan mengaktifkan nomor telepon baru di operator terkait itu, kecuali dia membayar tagihan telpon oleh perusahaan keuangan itu.

Usai dijelaskan dengan detail, kata Renaldy, pihak operator mengetahui kalau Renaldy merupakan korban pemalsuan identitas. Tetapi, hal itu tidak mengubah catatan Renaldy yang tetap bermasalah dengan pembayaran di operator tersebut.

Menurut dia, angka penagihan telepon itu tidak begitu besar sebenarnya yakni sekitar Rp 50.000-an per bulan. Namun, ia lebih takut identitas dirinya itu digunakan untuk hal-hal yang tidak diinginkan oleh perusahaan itu, seperti penipuan keuangan kepada masyarakat, transaksi ilegal dan lain sebagainya.***