JAKARTA -- Pemerintah China dikabarkan meminta Indonesia menghentikan aktivitas pengeboran minyak dan gas (migas) di wilayah Laut Natuna, Laut China Selatan.

Tak hanya itu, China juga meminta Indonesia menghentikan latihan militer Garuda Shield, yakni latihan bersama militer Indonesia dengan militer Amerika Serikat (AS) di Natuna. Latihan militer bersama itu sudah dilaksanakan rutin setiap tahun sejak 2009.

Dikutip dari Liputan6.com yang melansir dari VOA Indonesia, Kamis (2/12/2021), informasi tersebut disampaikan oleh empat sumber kepada Reuters.

Permintaan China seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya dan tentunya akan meningkatkan ketegangan terkait sumber daya alam antara kedua negara.

Kabarnya, sepucuk surat dari diplomat China kepada Kementerian Luar Negeri dengan jelas meminta Indonesia untuk menghentikan pengeboran di rig lepas pantai untuk sementara, karena kegiatan itu dilakukan di wilayah yang diklaim sebagai teritori China, menurut anggota DPR Komisi I Muhammad Farhan yang mendapatkan informasi terkait surat tersebut.

''Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami,'' kata Farhan kepada Reuters.

Selain itu, menurut Farhan, dalam surat terpisah China juga memprotes kegiatan latihan militer Garuda Shield pada Agustus yang sebagian besar kegiatannya dilakukan di darat. Latihan itu berlangsung saat pembicaraan mengenai Laut China Selatan antara dua negara mengalami kebuntuan.

Latihan tersebut, yang melibatkan 4.500 tentara dari Amerika Serikat dan Indonesia, telah menjadi acara rutin sejak 2009. Ini adalah protes pertama China terhadap mereka, menurut Farhan.

''Dalam surat resmi mereka, pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mereka tentang stabilitas keamanan di daerah itu,'' katanya.

Tiga orang lainnya, yang mengaku telah diberi pengarahan tentang masalah tersebut, membenarkan adanya surat itu. Dua dari mereka mengatakan China berulang kali menuntut agar Indonesia menghentikan aktivitas pengeboran.

Sementara seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan: ''Setiap komunikasi diplomatik antar negara bersifat pribadi dan isinya tidak dapat dibagikan.'' Dia menolak berkomentar lebih lanjut.

Sejauh ini Kementerian Luar Negeri China, Kementerian Pertahanan dan Kedutaan Besar China di Jakarta belum menanggapi permintaan komentar.

Pemerintah mengatakan ujung selatan Laut China Selatan adalah masuk dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Indonesia menamakan wilayah itu sebagai Laut Natuna Utara pada 2017.

Klaim Teritorialnya

China keberatan dengan perubahan nama dan bersikeras bahwa jalur air itu berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut China Selatan, yang ditandai dengan ''sembilan garis putus-putus'' berbentuk U. Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada 2016 mengatakan batas tersebut tidak memiliki dasar hukum.

''(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut,'' kata Farhan kepada Reuters.

China adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber investasi terbesar kedua di negara ini. Situasi tersebut menjadikan Beijing bagian penting dari ambisi pemerintah untuk menjadi negara ekonomi papan atas. Pemerintah tetap diam terkait masalah ini untuk menghindari konflik atau pertikaian diplomatik dengan China, kata Farhan dan dua orang lainnya yang berbicara kepada Reuters.***