SELATPANJANG - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kepulauan Meranti saat ini masih menggunakan incinerator untuk membakar limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Padahal operasional incinerator di rumah sakit itu masih belum mengantongi izin dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Direktur RSUD Kepulauan Meranti, dr Ria Sari, melalui Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Kasubag TU) RSUD Kepulauan Meranti, Miftah didampingi Kepala Seksi penunjang Medik, Yenni Wijaya mengatakan untuk pengolahan limbah di incinerator adalah limbah infeksius seperti masker, kasa, plester luka, tampon, pembalut, kapas injeksi dan sisa-sisa jaringan, botol infus, jarum suntik dan sebagainya.

"Limbah B3 masih dibakar dengan Incinerator, hasil dari pembakaran disimpan ke penyimpanan B3 kita, namun penyimpanan punya kapasitas jadi diangkut ke orang yang memproses B3 itu," kata Miftah saat ditemui GoRiau.com di ruangannya, Rabu (27/2/2019).

Miftah juga mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mengajukan izin ke Kementrian Lingkungan Hidup. Selain itu pihaknya juga akan segera menggandeng Kerja Sama Operasi (KSO) atau pihak ketiga untuk menanggani hal ini.

"Masih terkendala izin incinerator, pengurusan izinnya masih dalam proses dan itu dari Kementerian Lingkungan Hidup. Karena izinnya sudah menggunakan OSS jadi kita harus memulainya dari awal," jelasnya.

Selain itu, kata Miftah ada beberapa item pada incinerator yang tidak memenuhi kriteria Kementrian Lingkungan Hidup.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Meranti, Hendra Putra, melalui Kepala Seksi Pencemaran dan Kerusakan, Syahrol Ssi mengatakan rumah sakit tidak boleh mempergunakan incineratornya untuk mengolah limbah tersebut jika belum mengantongi izin.

"Kita tidak menyuruh mereka membakar. Namun kemaren mereka membakar dengan alasan untuk mengambil sample hasil uji dari pembakaran tersebut," kata Syahrol, Kamis (28/2/2019).

Syahrol mengungkapkan, RSUD seperti tidak punya pilihan lain, dimana jika sampah medis tidak dibakar, maka akan menimbulkan bakteri.

Lebih jauh diungkapkan, jika incinerator dioperasikan secara sembarangan, incinerator bisa saja menimbulkan masalah lain. Dimana warga di sekitar kawasan insinerator bisa terpapar senyawa berbahaya.

Menurutnya, limbah medis harusnya dikelola pihak ketiga yang punya izin dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Cara lainnya adalah menggunakan incinerator yang berizin dari KLH. 

"Izinnya ini memang di Kementerian LHK. Salahsatu kreteria yang tidak dipenuhi saat itu seperti cerobong asap yang tingginya hanya 9 meter, sedangkan seharusnya 14 meter," ungkapnya.***