JAKARTA - Pemerintah terus mengupayakan akselarasi era kendaraan listrik di Indonesia. Pembenahan persoalan lingkungan dan peningkatan ekonomi nasional, diharap turut terdorong positif melalui era kendaraan listrik.

Mobil listrik, menjadi sarana transportasi yang jauh lebih ramah lingkungan ketimbang mobil berbahan bakar minyak. Sumber energi utama kendaraan listrik yang seharusnya didapat dari listrik hasil PLTN juga makin mendukung terciptanya udara bersih di Indonesia.

Karena, PLTN adalah jenis pembangkit yang paling minim menyisakan residu polusi. Tak heran, dorongan untuk segera merevisi UU Ketenaganukliran juga menguat, agar pembangunan PLTN memiliki landasan hukum.

Dari sisi Industri, Kementrian Perindustrian pun terus bergerak maju di bawah pemerintahan Jokowi. Peraturan presiden nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk transportasi jalan, menjadi landasan.

Didukung, dengan segera diterbitkannya revisi peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2013 tentang Barang kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM.

Tak hanya itu, regulasi sisi keuangan dari era mobil listrik juga tengah diupayakan mendukung program pemerintah tersebut. Menteri Keuangan Sri Mulyani, pernah mengatakan, pihaknya akan membuat aturan dalam bentuk peraturan menteri keuangan.

Investor pun tak sedikit yang tertarik turut ambil bagian dalam agenda besar transportasi di Indonesia ini. Catatan GoNews.co, setidaknya sudah ada BYD dan JAC yang tertarik untuk turut serta. Ditambah lagi dengan Hyundai, yang bahkan telah menyambangi Presiden ke Istana, terkait dengan agenda ini.

Sosialisasi soal kedatangan era mobil listrik juga terus digalakkan. Dalam waktu dekat, setidaknya ada ajang Indonesia Electric Motor Show (IEMS) yang akan digelar di Balai Kartini, Jakarta, dan ajang mobil balap berbasis listrik, Formula E yang akan digelar di Jakarta dengan sekian kontroversinya terkait anggaran.

Demikian dirangkum dari berita-berita GoNews.co yang bisa dibaca kembali dengan kata kunci, Mobil, Listrik, dan PLTN atau Ketenaganukliran.

Suara Komisi V

Anggota Komisi V, Bambang Haryo S. mengaku belum dikoordinasikan oleh pemerintah terkait percepatan era mobil listrik di Indonesia. Padahal, komisinya membidangi masalah transportasi nasional.

Ia tak menepis jika persoalan lingkungan, khususnya persoalan polusi udara, memang harus jadi perhatian serius. Tapi penanganan dengan kebijakan yang serampangan juga bisa menimbulkan masalah.

"Kebijakan-kebijakan pemerintah ini nggak konsisten. Satu sisi ingin ada era mobil listrik, tapi di sisi yang lain, malah membangun PLTU yang 3500 megawatt itu, itupun tidak lebih dari 25% yang rampung dalam periode pertama Jokowi," kata Bambang melalui sambungan telepon kepada GoNews.co, Selasa (20/08/2019).

Capaian pembangunan PLTU itu pun, dijelaskan Bambang akan menjadi pekerjaan rumah tersendiri ketika Indonesia harus memasuki era PLTN.

"Karena sekarang ini listrik kita masih surplus, trus mau dikemanakan itu? Sementara PLN harus tetap bayar," tukas Bambang tanpa menampik bahwa listrik dari PLTN memang lebih murah dan ramah lingkungan.

Legislator yang duduk di Badan Anggaran DPR RI ini, juga meminta pemerintah cermat menghitung dampak luasnya era mobil listrik terhadap perekonomian nasional.

Karena ketika mobil listrik mulai berjalan masif, maka warga masyarakat otomatis "didorong" untuk mengganti kendaraan lamanya ke kendaraan listrik yang memiliki rate harga relatif lebih mahal.

Belum lagi soal dampak era mobil listrik terhadap neraca perdagangan. Karena jika produsen mobil listriknya adalah pihak asing, "maka impor kita akan lebih tinggi, dan berimbas pada nilai rupiah,".

Sehingga menjadi syarat yang perlu disampaikan Komisi V DPR RI terkait rencana ini, adalah pelibatan produsen lokal. Kalau perlu, tukas Bambang, "SMK itulah industri pertama mobil listrik kita,".

Bambang mengaku "aneh" dengan gerak pemerintah soal rencana era mobil listrik ini, termasuk soal keberpihakan pajak.

"Yang saya dengar ada insentif pajak juga untuk perusahaan-perusahaan asing itu, tapi disisi lain industri lokal kita dibebani pajak yang memberatkan," kata Bambang yang pernah 3 tahun duduk di Komisi VI.

Keberpihakan atau terlalu memberi peran penting pada pihak asing dalam membangun transportasi nasional, dinilai sangat berbahaya bagi negara. Kata Bambang, "kalau kita sedang bermasalah dengan negera mereka, terus mereka meninggalkan kita, bisa lumpuh kita dan hancurlah negara kita,".

Bahwa polusi udara menjadi bagian permasalahan lingkungan yang cukup serius, selain masalah pencemaran sungai akibat limbah industri, diakui Bambang memang harus segera diselesaikan. Termasuk dengan memecat Menteri LHK RI, jika dianggap perlu.

Tapi, jelas Bambang, mengkambing hitamkan tranportasi sebagai penyebab utama polusi sehingga mendorong kuat era mobil listrik dengan kebijakan yang tak cermat, "menurut saya bullshit,".