SELATPANJANG - Setiap nama yang diberikan tentunya memiliki makna tertentu yang tak jarang pula berkaitan dengan sejarah dan kenangan masa lalu. Seperti penamaan jembatan 'Saka Raja' ini, jembatan panjang yang mencapai 200 meter untuk destinasi wisata ini berada di hutan Mangrove Desa Sesap, Kecamatan Tebingtinggi, Kepulauan Meranti, Riau.

Jembatan yang menelan dana desa dengan anggaran Rp290.927.000 ini juga telah diresmikan pada Kamis (27/8/2020) pagi. Peresmian dilakukan langsung oleh Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kepulauan Meranti, Rizki Hidayat SStp MSi didampingi Camat Tebingtinggi, Rayan Pribadi SH, turut juga dihadiri Kepala Seksi Pariwisata, staf kecamatan dan seluruh Lurah dan kepala desa di Kecamatan Tebingtinggi.

Tokoh masyarakat Desa Sesap, Tauhid Isro menceritakan asal-usul terkait penamaan Jembatan Saka Raja. Dia mengatakan nama itu diambil dari nama sebuah jalan di Desa Sesap. Selain itu nama tersebut juga merupakan sebuah nama anak sungai di Sungai Suir yang merupakan urat nadi bagi masyarakat Desa Sesap.

"Saka Raja diambil dari nama salah satu jalan di Desa Sesap. Selain itu nama Saka Raja juga merupakan nama anak sungai di Sungai Suir yang berada diantara Sungai Datu dan Sungai Temaran," kata Tauhid Isro.

Tauhid juga mengatakan di jembatan itu juga dimunculkan ornamen yang identik dengan Suku Akit sebagai salah satu suku mayoritas mendiami desa tersebut.

"Di jembatan itu ada semacam posko dengan ornamen yang unik dan itulah yang dinamakan Balai Semulih. Dimana balai itu digunakan sebagai tempat untuk menyelesaikan masalah. Kedepannya akan kita munculkan ornamen lainnya seperti Balai Seksa, Balai Tekena, Balai Ancak dan lain sebagainya. Sementara itu kenapa jembatan ini menggunakan kayu bulat, hal itu dimaksudkan menggunakan hasil alam yang tersedia, selain itu rumah warga disini juga banyak menggunakan kayu bulat," ungkap Tauhid.

Kedepannya, pihak pengelola akan membukukan sejarah Suku Akit serta apa saja yang berkaitan dengan apa saja mengenai suku tersebut.

"Kedepannya kami akan menceritakan apa saja mengenai Suku Akit dalam bentuk buku agar para pengunjung bisa mempelajari dan memahami apa saja istilah yang selama ini dianggap asing," ungkapnya lagi.

Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kepulauan Meranti, Rizki Hidayat SStp MSi mengatakan dari sisi penamaan, jembatan tersebut sudah memiliki nilai jual, dimana nama tersebut dinilai unik sehingga membuat orang menjadi tertarik untuk berkunjung.

"Nama yang diberikan ini sangatlah menarik dan mempunyai nilai jual, sehingga membuat orang penasaran dan tertarik untuk berkunjung kesini," kata Rizki.

Dikatakannya, masyarakat serta pihak yang terlibat di hutan manggrove ini, agar memberikan kenyamanan kepada setiap pengunjung destinasi wisata  tersebut.

"Pihak yang ada di destinasi wisata manggrove ini adalah seperti marketing pariwisata. Jadi, jasa pariwisata yang dijual, dan orang akan mau membeli apabila kualitasnya baik serta mereka merasa puas. Namun sebaliknya, apabila pengunjung tidak merasakan kepuasan saat berada di hutan manggrove itu, maka mereka tidak akan mau datang lagi ke destinasi mangrove ini," ujarnya.

Penjualan destinasi wisata ini tergantung cara dan bagaimana masyarakat bisa mempromosikannya. Dengan adanya kunjungan wisatawan luar daerah, otomatis juga akan menjadi sarana promosi gratis, karena saat mereka puas, tentunya akan memberitahukannya kepada orang lain lagi.

"Ada banyak cara untuk menjual dan memperkenalkan destinasi wisata kita. Karena saat ini tersedia berbagai macam media sosial yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk berpromosi dan tugas kami salah satunya adalah mempromosikan destinasi pariwisata yang ada di setiap daerah di Kepulauan Meranti," pungkasnya.***