KETAPANG – Anggota Brimob Polda Kalimantan Barat (Kalbar) menembak warga berinusial S di kebun kelapa sawit di Kabupaten Ketapang pada Sabtu (28/5/2022) siang.

Dikutip dari Liputan6.com, Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Jansen A Panjaitan menyebutkan, penembakan terpaksa dilakukan karena S mencoba merebut senjata anggota polisi. 

''Yang kena tembak hanya satu orang dan amunusi yang digunakan juga amunisi hampa. Jadi bukan tajam. Anggota nembak karena pelaku berusaha merebut senpi (senjata api) anggota, makanya terpaksa ditembak,'' kata Jansen. 

Jansen menjelaskan penembakan tersebut bermula pada Sabtu sekitar pukul 12.00 WIB personel Yankam PT Arrtu Estate Kemuning berjumlah 17 personel dipimpin Aipda Wawan Widianto bergerak menuju lahan (blok K/L 42.43) yang diklaim sepihak oleh S yang merupakan DPO Polres Ketapang kasus 363 KUHP.

Tiba di lokasi sekitar pukul 12.30 WIB. Pada saat itu di lokasi ada sekitar 40 orang warga dipimpin S sedang melakukan aktivitas pemanenan tandan buah segar (TBS) sawit di lahan tersebut.

''Anggota melaksanakan imbauan agar jangan melakukan pemanenan TBS di wilayah perkebunan PT Arrtu Estate dan mengimbau agar S menyerahkan diri. Namun imbauan secara persuasif tersebut tidak diindahkan, sehingga dilakukan penangkapan,'' kata Jansen.

Pada saat dilakukan penangkapan, pihak keluarga S tidak terima. Pada saat S akan dibawa, salah satu warga Dusun Mambuk, Desa Segar Wangi mengeluarkan parang dan mengejar anggota Brimob Bripka Sahad Parlindungan Siahaan dan Bharatu Hadianto.

''Anggota sudah mengeluarkan tembakan peringatan sebanyak tiga kali, tetapi pelaku tidak mengindahkannya, sehingga dilakukan tembakan ke arah warga tersebut dan mengenai bagian punggung,'' kata Jansen.

Lukai Rasa Kemanusiaan

Penembakan warga sipil oleh personel Brimob di Dusun Mambuk, Desa Segar Wangi, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang pada Sabtu (28/5/2020) dinilai melukai rasa kemanusiaan dan keadilan. Warga yang harusnya dilindungi dan diayomi, justru menjadi korban tindak kekerasan aparat.

Kepala Divisi Kajian dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat, Hendrikus Adam mengatakan, pihaknya mengecam cara-cara kekerasan yang dilakukan aparat. 

''Kami meminta agar Kapolri dan lembaga negara lainnya seperti Komnas HAM maupun Ombudsmen RI dapat melakukan langkah segera sesuai kewenangannya untuk pengungkapan kasus ini,'' kata Adam.

Adam menyebut, bagaimanapun kekerasan berujung penembakan warga oleh personel Brimob yang merupakan aparatur negara tidak bisa dibenarkan.

Menurut Adam, pihak kepolisian justru terkesan bukan malah melayani, mengayomi, dan melindungi sebagaimana Peraturan Kapolri (Perkap) 22 Tahun 2010, tapi sebaliknya. Sementara, Satuan Brigade Mobil (Satbrimob) adalah unsur pelaksana tugas pokok pada tingkat Polda yang berada di bawah Kapolda.

''Langkah pendekatan keamanan yang dilakukan pihak perusahaan ini jelas menjadi ancaman dan berpotensi merenggut hak hidup maupun hak rasa aman warga, hak yang seharusnya menjadi kewajiban asasi negara melalui aparatur untuk pemenuhannya,'' kata Adam.

Adam menegaskan, tindak pengamanan perkebunan kelapa sawit PT Arthu Plantation, anak perusahaan group PT Eagle High Plantation oleh personel Brimob mestinya tidak terjadi karena hal ini aneh dan tidak lazim menurut aturan.

Berdasarkan Perkap 24 tahun 2007 tentang manajemen sistem pengamanan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah jelas telah ada, yaitu satuan pengamanan (Satpam). Jika pengamanan kebun sawit perusahaan justeru dilakukan oleh personel Brimob, maka hal ini malah tidak sejalan dengan Peraturan Kapolri dimaksud.

''Kami meminta agar pihak kepolisian Kalimantan Barat juga dapat memberikan klarifikasi secara terbuka kepada publik atas tindak pengamanan perusahaan sawit oleh personil brimob dan bertanggungjawab memastikan keselamatan warga Desa Segar Wangi, Kabupaten Ketapang yang menjadi korban tindak kekerasan,'' kata Adam.

Sengkarut Konflik Lahan

Hendrikus Adam menambahkan, jika dicermati, kejadian penembakan warga tersebut hanyalah bagian permukaan yang nampak dari sengkarut agraria yang terjadi di sekitar operasional perusahaan, dalam relasinya dengan hak-hak warga sekitar.

''Sebab jika benar bahwa pemanenan dilakukan warga atas dasar sertifikat yang dimiliki sebagaimana berita dan juga informasi yang kami peroleh, namun perusahaan mengklaim sebagai HGU-nya, maka berarti ada yang salah terkait dengan proses operasional perusahaan sawit dari sisi administrasi maupun terkait proses sosialnya selama ini,'' ujarnya.

Sehingga kasus yang terjadi patut diduga sebagai dampak dari masalah sebelumnya yang belum terselesaikan. Karena itu, apa yang terjadi tidak dapat dianggap remeh dan harus segera diungkap, ditindak dan diselesaikan permasalahannya.

Sementara itu, Anggota Dewan Daerah Walhi Kalimantan Barat, Agapitus, meminta pihak kepolisian (Brimob) menarik personelnya yang berada di perusahaan sawit PT Arthu Plantation maupun pada konsesi lainnya di Kalimantan Barat.

''Hentikan intimidasi terhadap warga,'' katanya.

Agapitus meminta agar pihak kepolisian yang harusnya menjadi milik semua warga jangan justeru menjadi beking perusahaan.

''Polri itu milik semua dan jangan malah menjadi beking pihak perusahaan. Kami meminta kepada pemerintah daerah dan Pemkab Ketapang beserta jajarannya untuk melakukan evaluasi serius terhadap perizinan perusahaan dengan memastikan menyelesaikan permasalahan yang ada dan tidak membiarkannya berlarut,'' kata Agapitus.***