PEKANBARU - Sebanyak 64 kepala SMP negeri di Indragiri Hulu (Inhu), Riau, mengundurkan diri secara bersamaan. Mereka memutuskan mundur diduga karena trauma Diperas oknum penegak hukum terkait penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS).

Dikutip dari Kompas.com, salah seorang kepala sekolah mengaku dirinya pernah diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu terkait dana BOS sehingga membuatnya trauma.

Surat pengunduran diri ke-64 kepala sekolah itu sudah diterima Dinas Pendidikan (Disdik) Inhu dan akan dilaporkan ke bupati.

Terkait dugaan pemerasan terhadap kepala SMP, pihak Inspektorat Inhu akan menindaklanjutinya dan akan dibawa ke tingkat yang lebih tinggi.

Sangat Terkejut

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Inhu, Ibarhim Alimin mengatakan, pada Selasa (14/7/2020) siang, ada 6 kepala SMP yang mewakili 64 kepala SMP datang ke kantor Dinas Pendidikan Inhu.

Mereka membawa map dalam jumlah banyak yang berisi surat pengunduran diri.

''Dalam audiensi, menyatakan bahwa mereka semua mengundurkan diri. Saya selaku Kepala Dinas sangat terkejut, karena kita baru masuk sekolah SMP pada 13 Juli 2020 kemarin di masa pandemi Covid-19 ini. Kemudian, ada ijazah-ijazah dan rapor yang harus ditandatangani,'' kata Ibrahim saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/7/2020).

Dituturkan Ibrahim, ke 64 kepala sekolah itu memilih mundur dan memilih menjadi guru biasa dengan alasan merasa tidak nyaman mengelola dana BOS.

''Alasan mengundurkan diri, karena mereka mengaku merasa terganggu dan tidak nyaman mengelola dana BOS. Sementara mereka mengelola dana bos kan tidak banyak. Ada yang dapat Rp56 juta, Rp53 juta dan ada Rp200 juta per tahun,'' ujarnya.

Lanjut Ibrahim, pihaknya belum bisa memastikan, apakah pengunduran diri puluhan kepala sekolah itu akan disetujui Bupati Inhu.

''Surat pengunduran diri 64 kepala sekolah SMP ini akan saya teruskan ke Bupati. Tapi, apakah disetujui atau tidak, tergantung kepada Bupati nantinya,'' ucapnya.

''Belum diputuskan. Tentu arahan pimpinan nanti. Apakah mungkin Inspektorat turun dulu atau seperti apa. Saya tidak begitu mendalami kenapa mereka mengundurkan diri,'' tuturnya.

''Tapi salah satu alasannya karena diganggu dalam penggunaan dana BOS itu. Ada oknum-oknum yang mengganggu katanya. Jadi mereka ingin menjadi guru biasa, karena ingin hidup tenang,'' sambungnya.

Ibrahim meminta para kepala sekolah tersebut untuk tetap bekerja seperti biasa sebelum keluarnya surat bebas tugas.

''Jadi saya minta mereka tetap bekerja, sebelum keluar surat pembebasan tugas, karena ada ijazah-ijazah dan rapor yang harus ditandatangani. Apalagi sekarang situasi tidak normal karena Covid-19, jadi kasihan anak-anak kita,'' pungkasnya.

Diperiksa Kejaksaan

Salah seorang kepala sekolah mengaku pihaknya pernah beberapa kali diperiksa pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu terkait penggunaan dana BOS, sehingga membuatnya trauma.

''Tekanan yang kami rasakan dalam mengelola BOS cukup berat. Kami sering disalahkan, bahkan pernah mendapat surat dari lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kemudian surat itu dilanjutkan ke aparat penegak hukum. Yang pernah itu misalnya ke kejaksaan,'' katanya, melalui sambungan telepon, Rabu.

Ia mengaku dirinya diperiksa oleh pihak Kejaksaan Negeri Inhu sekitar tahun 2018 dan 2019 lalu.

''Padahal sekolah kami sudah berulang kali mendapat penghargaan. Namun, kami masih dibebankan seperti ini. Kami takut menyalahgunakan jabatan kami, karena ini adalah amanah,'' ujarnya.

Periksa Lebih Lanjut

Sementara Kepala Inspektorat Inhu Boyke Sitinjak mengaku sudah menerima surat pengunduran diri 64 kepala SMP negeri tersebut.

Namun, dia mengaku belum banyak mendapat informasi mengenai penyebab pengunduran diri puluhan kepala sekolah itu.

''Namun, di antaranya ada informasi bahwa mereka (kepala sekolah) mengalami pemerasan oleh oknum penegak hukum. Ini merupakan informasi yang sangat berat, apakah ini benar-benar terjadi atau tidak, kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut,'' kata Boyke, Rabu.

Sambung Boyke, pihaknya akan menindaklanjuti masalah ini dan akan dibawa ke tingkat yang lebih tinggi.

''Kami akan teliti dan proses. Dan saya baru mendengar bahwa di Indonesia ini ada seluruh kepala sekolah SMP se-kabupaten yang mengundurkan diri. Ini merupakan tantangan berat bagi Inspektorat, bagaimana membangun daerah lebih baik dan lebih bersih,'' ungkapnya

Kejaksaan Membantah

Kepala Seksi (Kasi) Intel Inhu Kejari Bambang Dwi Saputra membantah jika pihaknya pernah memeriksa sejumlah kepala sekolah.

''Kami tidak pernah melakukan pemeriksaan kepada kepala sekolah,'' kata Bambang kepada wartawan, Rabu.

Lanjut Bambang, terkait pengelolaan dana BOS, pihaknya hanya menerima ekspos dari pihak Inspektorat Inhu. Namun, ia tidak ingat kapan waktu ekspos tersebut.

''Waktu itu ada LSM (lembaga swadaya masyarakat) menyurati Inspektorat, namun ditembuskan ke Kejaksaan. Kemudian, Inspektorat yang melakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan tersebut, kemudian diekspos oleh pihak Inspektorat,'' ujarnya.

Menanggapi soal ekspos yang dilakukan pihaknya, Kepala Inspektorat Inhu Boyke Sitinjak menyampaikan bahwa mengenai pemeriksaan lanjutan oleh Kejaksaan terkait pengelolaan dana BOS merupakan wewenang Kejaksaan.

''Kejaksaan telah melakukan koordinasi dengan kami. Dan dalam ekspos yang kami sampaikan bersifat administratif, kecuali atas pemeriksaan yang lain, kami tidak memperoleh adanya koordinasi dengan Inspektorat sesuai amanat UU 23 tahun 2014 pasal 385, yang diturunkan dalam PP 12 tahun 2017,'' jelas Boyke. ***