PESAWAT Etihad Airways EY-474 jurusan Abu Dhabi-Jakarta mengalami goncangan yang mengakibatkan sedikitnya 31 penumpangnya mengalami luka ringan hingga patah tulang. Kejadian ini diduga akibat turbulensi disekitar pulau Sumatera Bagian Selatan yang terjadi pada tanggal 4 Mei 2016 sekitar pukul 13.00 - 14.00 WIB. Pada ketinggian sekitar 37.000 feet pesawat mengalami gerak keatas dan kebawah yang mengakibatkan penumpang yang sedang tidak berada pada tempat duduk terlempar keatas dan kebawah, serta barang-barang didalam bagasi kabin terlempar berhamburan menimpa penumpang yang duduk.

Diperkirakan kekuatan goncangan turbulensi ini pada tingkat severe. Pada level ini menurut Federal Aviation Adminstration (FAA) pesawat mengalami perubahan ketinggian dan arah yang besar sehingga pesawat tidak dapat terkontrol dalam beberapa saat. Didalam pesawat barang-barang dalam bagasi kabin akan terhambur keluar, penumpang yang duduk dengan seat belt terpasang akan merasakan terjepit parah. Sedangkan penumpang yang berjalan/didalam toilet akan terlempar yang berakibat sangat fatal luka berat hingga kematian akibat benturan yang cukup keras.

Turbulensi adalah fenomena aliran udara yang bervariasi pada jarak yang pendek. Fenomena di atmosfer ini terjadi akibat perbedaan/ketidakteraturan kondisi suhu dan tekanan. Fenomena skala kecil ini memiliki ukuran puluhan hingga ratusan meter, dengan waktu detik hingga beberapa menit, tetapi dapat berulang pada tempat yang sama atau daerah sekitarnya. Fenomena ini sangat sulit dideteksi oleh peralatan pengamatan konvensional, model cuaca ataupun satelit. Kejadian turbulensi terparah terjadi pada penerbangan United Airlines 826 dari Bandara Narita Jepang - Honolulu tahun 1997. Seorang penumpang wanita meninggal, serta 19 penumpang dan kru pesawat mengalami keretakan tulang belakang dan leher. Di Indonesia sendiri pernah tercatat turbulensi tingkat sedang pada ketinggian 34.000 - 39.000 feet diantara laut utara Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan di tahun 2007. Sebagian besar penerbangan pada jalur tersebut meminta untuk pindah jalur penerbangan lain.

Fenomena turbulensi ini terjadi pada daerah konvektif dan pada daerah cuaca cerah. Pada umumnya turbulensi akibat awan konvektif mampu diantisipasi oleh pilot karena pesawat akan berusaha menghindari awan CB yang terdeteksi oleh radar di kokpit. Sedangkan untuk turbulensi pada area cuaca cerah seperti akibat mountain wave dan daerah vicinity/dekat awan CB, baik yang sedang tumbuh maupun tingkat matang, umumnya kurang diantisipasi karena radar di kokpit kurang sensitive (karena minimnya jumlah partikel uap air di atmosfer).

Berdasarkan analisis citra satelit Himawari 8 produk jenis awan dan kanal 8,9,dan 10, antara pukul 13.00-14.00 WIB EY-474 tidak memasuki awan CB pada jalur penerbangan. Kejadian ini disebut Turbulensi cuaca cerah, Clear Air Turbulance (CAT), yang terjadi secara umum pada lapisan atas atmosfer (sekitar 30.000 - 50.000 feet). Diindikasikan turbulensi tingkat severe/parah ini kombinasi dari Gelombang dekat Pegunungan Bukit Barisan di Sumatera Bagian Selatan dan Awan CB disekitar jalur penerbangan EY-474.

Gelombang ini dapat dianalisis dari line shape like (jajaran penumpukan uap air, gambar 1b). Jajaran penumpukan uap air ini akibat gelombang yang juga akan terpropagasi secara vertikal hingga puncak tropopause (+- 10 km). Selain itu awan CB pada daerah sekitar jalur penerbangan memicu interaksi gelombang dan konvektifitas CB, yang menyebabkan kombinasi gelombang tersebut pecah pada lapisan atas atmosfer. Kejadian ini mengakibatkan turbulensi, yang diperkirakan terjadi pada jalur jelajah EY-474.

Berdasarkan hasil output model cuaca numerik WRF, line shape like dan pecahnya gelombang gunung pada level atas atmosfer ini identik dengan peningkatan shear angin vertikal. Perbedaan arah dan kecepatan angin pada lapisan atmosfer menyebabkan terjadinya turbulensi / goncangan bagi pesawat (Gambar 2).

Turbulensi Hongkong Airways HX-6704

Selang dua hari tanggal 7 Mei 2016 pukul, 3 korban luka berat dengan lebih 17 penumpang mengalami luka ringan akibat turbulensi pada lapisan ketinggian sekitar 41.000 kaki. Turbulensi ini juga diperkirakan dengan kekuatan tingkat severe, tetapi karena skalanya kecil produk SigWx WAFC London dan Washington tidak mendeteksi CAT tersebut.

Kejadian beruntun dari turbulensi tingkat severe ini diindikasikan akibat peningkatan perbedaan kecepatan angin pada level atas pada level tropopause (39.000 - 45.000 kaki) Hal ini menyebabkan shear (perbedaan arah dan kecepatan) yang besar yang berpotensi pada kejadian Turbulensi.

Aktifitas konvektif / awan CB pun memberikan kontribusi meningkatnya turbulensi cuaca cerah di daerah disekitar awan CB. Dari model cuaca menunjukkan potensi terjadinya CAT dengan prosentase antara 2 - 4 % di dekat lokasi insiden turbulensi (gambar 4) .Awan CB berada Tenggara Pulau Kalimantan (Gambar 5).

Mengingat fenomena CAT ini sulit dideteksi secara tepat lokasi kejadiannya, diharapkan maskapai penerbangan untuk meningkatkan awareness-nya dan menyampaikan AIREP kejadian CAT dan turbulensi lainnya kepada unit ATS untuk disampaikan tanpa delay kepada Kantor Meteorologi setempat. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 9 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 174 (Civil Aviation Safety Regulation Part 174) tentang pelayanan informasi meteorologi penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services). Sebagai langkah pengurangan dampak risiko keselamatan penerbangan dan sebagai bahan evaluasi serta perkembangan model prakiraan CAT.

Oleh :M. Heru Jatmika, Heri Ismanto, Zulkarnaen, M. Arif Munandar, Restiana Dewi, Kurniaji

Daftar Pustaka

1.AC-00-45. 1999. Aviation Weather Services. NOAA and FAA2.Danoedoro, P. 2012 :Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Penerbit ANDI, Yogyakarta3.EUMETrain. 2013:Clear Air Turbulence Module. EUMETSAT TRAINING CENTER.4.PM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 174 (Civil Aviation Safety Regulation Part 174) tentang pelayanan informasi meteorologi penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services)