JAKARTA - Setelah menjatuhkan hukuman terhaap 6 terdakwa kasus tindak pidana suap (Match Fixing) yang terjadi pada laga PS Sumedang lawan PS Bekasi pada Kompetisi Sepakbola Liga 3, Pengadilan Negeri (PN) Sumedang kembali menghadirkan pakar hukum olahraga, DR Yusup Suparman SH LLM sebagai saksi ahli terhadap dua terdakwa KH sebagai Dewan Pengawas Persikasi Bekasi dan HN (49) dari Exco Asprov Jawa Barat pada sidang yang berlangsung secara Virtual Conference, Rabu (13/4/2020).

"Alhamdulliah, saya kembali menjadi Saksi Ahli dalam sidang 2 terdakwa yang sempat melarikan diri.  Sebelumnya, saya juga hadir sebagai saksi ahli terhadap 6 terdakwa  yang sudah dijatuhi hukuman PN Sumedang," kata Yusup Suparman yang dihubungi melalui telepon selular, Rabu (13/4/2020). 

Bukan hanya di PN Sumedang, Yusup juga tampil dalam saksi ahli dalam kasus Match Fixing skala nasional dengan 5 terdakwa pada sidang di PN Banjarnegara tahun 2019.  Ke-5 terdakwa terbukti bersalah dan sudah dijatuhi hukuman.  

Yakni, Priyanto atau Mbah Pri, mantan anggota Komite Wasit PSSI Jateng, divonis hukuman 3 tahun kurungan penjara serta denda Rp 5 juta subsider 1 bulan masa tahanan. Kemudian, Anik Yuni Artika Sari divonis hukuman 2 tahun 6 bulan kurungan penjara serta denda Rp 5 juta subsider 1 bulan masa tahanan. Adapun Johar Lin Eng, mantan Ketua Asprov PSSI Jateng divonis hukuman 1 tahun 9 bulan penjara. Sedangkan Mansur Lestaluhu dan wasit PSSI Nurul Safarid, divonis masing-masing 1 tahun penjara.

Keputusan yang diambil PN Banjarnegara maupun PN Sumedang dalam kasus Match Fixing ini, kata Yusup, sangat tepat. Alasannya, para terdakwa dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap dalam perspektif yuridis formal yang menimbulkan perbuatan hukum.

"Dalam paradigma hukum olahraga, sistem hukum nasional melalui peraturan perundang-undangan dapat menyentuh para pelaku sepakbola (football family)  sepanjang hal tersebut dapat mempengaruhi spirit dan aturan permainan sebagaimana diatur dalam law of The Games (aturan permainan) sepakbola yang diterbitkan FIFA selaku badan otoritas sepak bola dunia," katanya.

"FIFA sangat menghendaki bahwa para pelaku sepakbola terbebas dari tindakan kriminal dan menjaga prinsip-prinsip integritas, fair play dan Ethic sebagaimana diatur dalam article 2 huruf a Statuta FIFA," tambahnya. 

Sejalan dengan hal itu, kata Yusup yang juga Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemenpora, Pemerintah telah menetapkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Sepakbola Nasional (PPSN) yang salah satu poinnya perlu pengembangan sistem dan tata kelola sepakbola. 

"Pelaksanaan Kompetisi Liga 1, 2 dan Liga 3 bertujuan membangun peningkatan prestasi olahraga sepakbola nasional. Oleh karena itu, perlu implementasi yang komprehensif dalam mengimplementasikan Inpres 3/2019 pada tataran pengembangan sistem kompetisi berjenjang dan berkelanjutan yang dimulai Liga 3 sampai kasta tertinggi Liga 1. Hal ini juga terkait dengan keinginan meraih prestasi saat Indonesia telah dipercaya sebagai penyelenggara World Cup U 20 2021," tegasnya. ***