JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati berpandangan, LPEI sebaiknya bisa mengambil peran sebagai Lembaga strategis dalam mendorong ekspor produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), pasca suntikan senilai Rp5 triliun dari pemerintah.

Klaim dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), hingga saat ini mereka telah memfasilitasi sekitar 2.200 UMKM.

"Angka tersebut masih relatif sangat rendah dengan besarnya potensi yang ada," kata Anis dikutip dari ulasannya, Kamis (7/1/2021).

Paralel dengan upaya meningkatkan ekspor produk UMKM itu, menurut Anis, LPEI juga harus berbenah. Temuan-temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, harus ditindaklanjuti.

Data Anis mencatat, LPEI atau Indonesia EximBank membukukan rugi bersih sebesar Rp4,7 triliun pada 2019. LPEI juga mencatatkan penurunan aset hampir 10% menjadi Rp 108,7 triliun pada 2019.

Ada 14 temuan BPK dalam laporannya yang menilai kinerja pemberian fasilitas pembiayaan di LPEI belum maksimal. Terutama pemantauan pada debitur-debitur yang berpotensi bermasalah.

Selain itu, Non Performing Financing (NPF) dari LPEI juga terbilang tinggi. Berdasarkan data per 31 Desember 2019, NPF bruto LPEI sudah mencapai 23,39%, meningkat tajam dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 13,73%. Angka tersebut sangat tinggi apabila dibandingkan dengan Bank-bank BUMN yang hanya berkisar antara 2-5%.

"Tingginya NPF ini seharusnya menjadi catatan tersendiri, terutama apabila LPEI akan dilibatkan dalam program stimulus perekonomian dalam rangka menangani wabah Covid," tegas Anis.

Anis memungkasi, "harus ada langkah strategis yang diambil LPEI,".

Untuk diketahui, keputusan pemerintah menambahkan modal kepada LPEI, tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78/2020 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke dalam Modal LPEI. PP tersebut diteken presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2020 lalu. Suntikan modal ini diberikan untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional dan mendorong perekonomian nasional.***