BAGANSIAPIAPI - Menanggapi pemeriksaan 43 PNS Rohil oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau dalam mengusut dugaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Fiktif, mantan Kepala Inspektorat Rokan Hilir, M. Yatim Maamun meminta penyidik tidak perlu ragu ketika menerima atau tidak kasus tersebut dan jika perlu dilakukan audit investigasi untuk membuktikan apakah ada unsur kesengajaan dilakukan berulang ulang kali dengan jumlah yang sangat besar. 

Menurutnya, pembuktian apakah seseorang menerima atau tidak lumpsum (Biaya perjalanan dinas) bukan berdasarkan pengakuan atau surat pernyataan diatas Materai. Namun lebih lanjut harus dibuktikan berdasarkan bukti daftar pengeluaran riil dan atau bukti pengeluaran yang sah (kwitansi) yang telah ditanda tangani oleh yang bersangkutan dan telah di SPJ kan.

Apabila ada tanda tangan pada bukti tersebut palsu, maka dapat disimpulkan bahwa yang bersangkutan tidak menerima dan harus bertanggung jawab terhadap pihak yang memalsukannya. Namun demikian jika terjadi sebaliknya apabila pembuktian bahwa tanda tangan yang bersangkutan itu asli, maka yang bersangkutan yang menerima uang itu harus mempertanggungjawabkannya

"Harus ada alat uji otentifikasi tulisan dan tanda tangan (Grafologi Forensik) untuk membuktikan apakah tanda tangan itu asli atau palsu," kata Yatim, Jumat (28/9/2018).

Dikatakan Yatim, permasalahan yang terjadi di DPRD Rohil harus dilihat dari berbagai sisi. Jika permasalahan terletak kekurang cermatan dalam perhitungan keuangan, konsekwensinya dana yang sudah dikucurkan harus dikembalikan. Akan tetapi kalau masalahnya SPPD Fiktif sebaiknya dilakukan audit investigasi untuk membuktikan apakah ada unsur kesengajaan dilakukan berulang ulang kali dan jumlah yang sangat besar.

"Apabila hal ini terbukti dapat ditindaklanjuti dengan diserahkan kepada aparat penegak hukum dan untuk yang nilainya diatas Rp 1 Miliar dapat diserahkan ke KPK," ujarnya.

Sebelumnya, anggota DPRD Rokan Hilir, Afrizal membantah anggota DPRD Rokan Hilir berbondong bondong mengembalikan dalam jumlah besar ke Kas Daerah (Kasda). Sebenarnya uang yang mereka kembalikan merupakan kelebihan bayar gaji dan bukannya uang yang berasal dari SPPD Fiktif.

"Yang jelas, Dewan sama sekali tidak menerima uang SPPD tersebut. Artinya, inilah kelemahan sekretariat Dewan," katanya.***