JAKARTA - Pemerhati pemilu, sekaligus Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, kembali mengingatkan KPU untuk memasukkan nama Oesman Sapta ke Daftar Calon Tetap (DCT).

Hal ini kata Said sesuai dengan Putusan Bawaslu yang memerintahkan KPU untuk memasukan nama Oesman Sapta alias OSO dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD wajib dilaksanakan oleh KPU tanpa syarat.

Karena menurut Said, putusan Bawaslu itu sudah mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), putusan Mahkamah Agung (MA), dan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

"Esensi dari tiga putusan lembaga peradilan itu sudah terkandung didalam isi Putusan Bawaslu. Artinya, Putusan Bawaslu itu sudah benar, sehingga tidak ada opsi lain bagi KPU kecuali harus melaksanakan putusan tersebut," ujar Said Salahudin, Senin (14/1/2019) melalui siaran persnya.

Bawaslu kata dia lagi, sudah "meramu" semua putusan pengadilan. Apa yang menjadi substansi dari putusan MK, putusan MA, dan putusan PTUN sudah diakomodir oleh Bawaslu.

"Kalau KPU tidak mau melaksanakan Putusan Bawaslu dengan alasan berpedoman pada Putusan MK, justru KPU yang keliru," jelasnya.

"Sebab, itu artinya KPU hanya mengakui satu putusan pengadilan dan menolak dua putusan pengadilan yang lain: Putusan MA dan Putusan PTUN. Ini jelas pelanggaran hukum," tambahnya.

Soal Putusan MK itu, lanjut Said Salahudin, jangan dikira Bawaslu mengabaikannya. Bawaslu justru sangat memperhatikan putusan MK.

Substansi dari putusan MK itu sebetulnya soal larangan rangkap jabatan yang dapat melahirkan "double representatation". Maksudnya, pengurus partai politik tidak dibenarkan memiliki perwakilan ganda di lembaga DPR dan DPD karena dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik kepentingan.

"Perwakilan ganda itu sendiri baru akan terjadi jika pengurus partai politik bersangkutan terpilih sebagai anggota DPD," seubut Said Salahudin.

Kalau calon Anggota DPD yang menjabat sebagai pengurus parpol ternyata tidak terpilih, maka tentu saja tidak akan muncul perwakilan ganda dan tidak pula akan terjadi konflik kepentingan. Nah, substansi putusan MK itu sudah diamini oleh Bawaslu dalam putusannya dengan mempersyaratkan OSO untuk menyerahkan surat pengunduran diri sebagai pengurus parpol apabila kelak terpilih.

Surat itu menurut putusan Bawaslu harus diserahkan OSO kepada KPU paling lambat satu hari sebelum penetapan calon Anggota DPD terpilih. Selain itu, Bawaslu juga sudah mengakomodir Putusan MA terkait efektifitas Pasal 60A PKPU 26/2018 yang melandasi pencoretan OSO oleh KPU didalam DCT.

Menurut MA, norma Peraturan KPU yang bertalian dengan penyerahan surat pengunduran diri tetap dinyatakan mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak diberlakukan terhadap calon Anggota DPD yang telah mengikuti tahapan Pemilu 2019 sejak awal.

"Nah, oleh karena OSO sudah mengikuti tahapan sejak awal tahapan Pemilu dan sebelum jatuhnya Putusan MK, maka berdasarkan putusan MA itu OSO berhak menjadi peserta pemilu Anggota DPD," sebut Said Salahudin.

Tidak hanya putusan MK dan putusan MA, putusan PTUN Jakarta yang menyatakan leputusan KPU tentang DCT calon Anggota DPD batal jika tidak mencantumkan nama OSO, juga diakomodir oleh Bawaslu.

Oleh sebab itu, tambah Said Salahudin, demi terwujudnya asas kepastian hukum Pemilu 2019, tidak ada cara lain bagi KPU selain melaksanakan putusan Bawaslu tersebut.

Apalagi, sebelum sidang putusan Bawaslu, KPU sudah tegas menyatakan secara terbuka bahwa pihaknya akan melaksanakan apapun putusan Bawaslu.***