JAKARTA - Pengurus Pleno DPP Partai Golkar Sirajuddin Abdul Wahab mempertanyakan klaim Airlangga Hartarto yang mengaku mendapatkan dukungan menjadi suara 92% untuk kembali menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Pasalnya, Airlangga hingga kini belum berani menggelar rapat pleno DPP Partai Golkar.

"Jika Airlangga merasa percaya diri tinggi atas klaim dukungan itu, harusnya tidak ada kekhawatiran dong untuk segera mengadakan rapat pleno. Menjadi sangat lucu dan ambigu, jika klaim dukungan suara yang mendekati angka 100% suara tersebut, tidak linier dengan keberanian untuk melaksanakan rapat pleno. Jangan sampai publik akan memberikan label pada Airlangga 'tong kosong nyaring bunyinya'," tegasnya.

Sirajuddin menuturkan rapat pleno sangat diperlukan untuk melakukan evaluasi atas perolehan suara dan kursi Partai Golkar pada Pileg 2019 dan persiapan menghadapi Pilkada serentak pada tahun 2020. Selain, untuk membahas dan menentukan kapan pelaksanaan Rapimnas yang nantinya untuk menetapkan waktu penyelengaraan Munas Partai Golkar.

"Justru sampai saat ini rapat pleno tidak digelar dan terbaca dengan jelas diulur dengan berbagai alasan. Seharusnya dengan klaim dukungan yang sangat besar tersebut, Airlangga tidak hanya berani segera menggelar rapat pleno, namun langsung memutuskan melaksakan Munas pada bulan September. Kalau sudah yakin menang kenapa takut bertarung?," tandasnya.

Sirajuddin menyayangkan sikap Airlangga yang masih belum mau menggelar rapat pleno DPP. Sebab, berdasarkan AD/ART Partai Golkar rapat pleno paling sedikit dilakukan satu kali dalam dua bulan.

"Sikap Airlangga tidak mengadakan rapat pleno selama ini patut dipertanyakan. Sudah lebih dari setengah tahun tidak ada rapat pleno yang dilakukan. Ini jelas melanggar AD/ART Partai Golkar," katanya.

Sirajuddin yakin para pemilik suara dalam Munas nanti sudah sangat cerdas memilih ketua umum yang baru. Ketum yang baru harus memiliki kepemimpinan yang bagus serta memiliki visi dan misi yang jelas untuk kemajuan Partai Golkar.

"Pemilik suara pada Munas Partai Golkar, merupakan tokoh-tokoh di daerahnya masing-masing, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Mereka sangat tau dan mengerti mana calon ketua umum Partai Golkar yang memiliki leadership, visi misi yang jelas dalam membangun Partai Golkar ke depan dan punya talenta dalam tata kelola Partai. Terpenting lagi memiliki kecakapan dalam berkomunikasi, tidak elitis, tidak bermental feodal dalam memimpin, serta memiliki komitmen yang kuat pada kaderisasi dan regenerasi. Sayangnya, sejumlah kriteria tersebut sudah terbukti tidak dimiliki Airlangga," tukasnya.***