PEKANBARU - Sejumlah sentimen negatif yang menyelimuti pergerakan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menekan peluang penguatan tren, setidaknya hingga sepekan ke depan.

Kepala Seksi Pengolahan dan Pemasaran Perkebunan, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau, Tengku Neni Mega Ayu mengatakan, sentimen negatif tersebut, seperti penurunan jumlah ekspor yang disebabkan berkurangnya permintaan impor minyak sawit mentah dari China.

"Ini dikarenakan suplai minyak kedelai dan persediaan cadangan minyak nabati yang tinggi. Sehingga permintaan impor CPO di China berkurang," kata Tengku Neni di Pekanbaru, Rabu (14/3/2018).

Selain itu, lanjut Tengku, kondisi ini juga terkerek oleh sentimen kenaikan pajak impor CPO di India yang turut menekan harga.

Yang mana, sebagai salah satu negara pengimpor minyak makan terbesar di dunia, India mengerek pajak impor CPO dari 30 persen menjadi 44 persen. Kemudian, tarif impor untuk CPO olahan juga naik dari 40 persen menjadi 54 persen.

"Tidak cuma itu saja, sentimen dari pelarangan penggunaan minyak sawit di Uni Eropa juga masih ada. Meski baru akan berlaku pada 2021 mendatang dan belum mendapat persetujuan semua negara, kebijakan ini tetap mengkhawatirkan pasar," ujarnya.

Riau sebagai daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia ini pun jelas terdampak akibat sejumlah sentimen negatif tersebut. Kondisi ini juga dikhawatirkan dapat mengancam keberlangsungan induatri kelapa sawit. Buktinya, penetapan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit periode 14-20 Maret 2018, kembali mengalami penurunan harga.

Pekan ini, harga CPO terpantau Rp7.985,50 dengan harga kernel Rp5.877.47. Sehingga, harga TBS periode saat ini untuk kelompok umur 10 sampai 20 tahun menjadi Rp1.867,60 per kilogram," tuturnya. ***