JAKARTA - Wakil Bendahara Umum DPP PKB Rasta Wiguna mengaku ongkos politik pencalonan anak Amin Santono, Yosa Oktora Santono, sebagai kepala daerah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat disebar ke DPC PKB sebagai bentuk kegiatan operasional. Rasta menerima Rp 1,2 miliar dari pihak Yosa yang diserahkan melalui Amin dan Eka Kamaludin, rekan Amin Santono, sebanyak dua tahap di awal tahun 2017.

Saat memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Amin Santono, mantan anggota Komisi XI DPR, pejabat Ditjen Perimbangan Keuangan pada Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo, dan pihak swasta Eka Kamaludin, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rasta menjelaskan, uang tersebut ia gunakan untuk operasional DPC PKB lantaran Yosa tidak mendapat dukungan dan rekomendasi karena DPC telah memiliki calon yang akan diusung yakni Toto Taufikurahman Kosim.

"Prosedurnya minta dukungan itu bagaimana?" tanya jaksa Wawan Yunarwanto, Senin (12/11).

"Memang aturannya harus dari bawah dulu, DPC dulu," ujar Rasta menjelaskan.

Uang sudah diterima, namun belum ada rekomendasi DPC, Rasta kemudian menemui Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar dan menyampaikan pencalonan Yosa. Kepada Muhaimin, Rasta memaparkan bahwa putra Amin Santono itu memiliki elektabilitas dan popularitas yang baik. Muhaimin kemudian mempersilakan partainya mendukung Yosa.

Setelah itu, Rasta bergerak ke DPC PKB untuk mengarahkan agar memberi rekomendasi kepada Yosa sebagai wakil kepala daerah Kuningan, berpasangan dengan Toto. Kegiatan tersebut diakui Rasta menggunakan uang dari Rp 1,2 miliar.

"Di BAP anda ada istilah uang konsolidasi. Uang ini tuh jadinya untuk apa sih?" tanya jaksa.

"Ketika DPC hanya usulkan Pak Toto, maka saya kan perlu komunikasi juga ke yang di bawah," jawab Rasta.

"Maksudnya uang itu untuk orang-orang PKB di bawah agar dapat dukungan?" cecar jaksa. "Ya supaya mendukung supaya direkom karena Pak Yosa enggak diusung sama DPC," tukasnya.

Amin Santono didakwa menerima suap Rp 3,3 miliar terkait pembahasan alokasi tambahan anggaran dalam ABPN Perubahan 2018. Amin menerima suap dari Taufik Rahman sebagai Kadis Bina Marga Lampung Tengah dan Ahmad Ghiast Direktur CV Iwan Binangkit.

Dari surat dakwaan, Amin disebut menyetujui adanya penambahan anggaran untuk dua daerah tersebut sebagai usulan atau aspirasinya. Dengan kompensasi mendapat jatah tujuh persen dari anggaran yang akan diterima kabupaten atau kota tersebut.

Atas perbuatannya, Amin didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.***