JAKARTA - Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, menilai Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) merupakan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang saat ini menjadi polemi, adalah bukti ketidak jujuran pemerintah.

Ia menyebut tim GP Ansor menghabiskan waktu dua bulan untuk mengkaji naskah akademik dan draf Ciptaker. "RUU Omnibus Cipta Kerja, sering disingkat Cilaka, merupakan RUU yang tidak jujur," kata Yaqut dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (20/2/2020)

Politikus PKB itu mengatakan, berdasarkan kajian GP Ansor, RUU Ciptaker lebih mengutamakan investasi dan investor daripada menciptakan lapangan kerja dan para pekerja. Organisasi sayap PBNU itu juga memperhatikan narasi yang dikembangkan ke ruang publik.

Pemerintah lebih memperbanyak argumen investasi dan menarik investor daripada narasi cara menciptakan dan mengembangkan lapangan kerja. Komunikasi pemerintah kepada masyarakat juga dianggap buruk dalam menyiapkan draf aturan tersebut.

"GP Ansor menilai bahwa penyusunan RUI Omnibus Law Cipta Kerja ini tidak mengikuti pola penyusunan undang-undang yang baik dan demokratis," ucap dia.

Menurutnya, produk regulasi itu lebih tepat disebut RUU Omnibus Law Investasi. Sebab, penyusunan RUU itu hanya dikonsultasikan kepada publik melalui Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Konsultasi Publik Omnibus Law.

Terlebih lagi Satgas itu juga lebih banyak melibatkan asosiasi pengusaha dan pejabat pemerintah daerah. Konsultasi sama sekali tidak melibatkan asosiasi atau serikat pekerja dan organisasi kepemudaan yang ikut menaungi banyak pemuda berusia produktif Indonesia.

"(Pekerja dan pemuda) yang sebenarnya menjadi principal role occupants atau pelaksana norma utama, sekaligus target sesungguhnya dari pemberlakuan RUU ini," ujar Yaqut.

Yaqut bahkan menyebut RUI Ciptaker sebagai RUU Obscure Law. Maka itu, GP Ansor mendesak DPR mengembalikan RUU tersebut ke pemerintah agar dikaji lagi dan mengomunikasikannya dengan baik. "Dengan seluruh pemangku kepentingan terutama para principal role occupants," pungkasnya.***