SEJAK lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, memberikan dampak yang signifikan terhadap berbagai sektor pembangunan. Salah satu dampak dari lahirnya UU tersebut adalah perubahan penataan lembaga kemasyarakatan di Indonesia.  Hal ini ditandai dengan dicabutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan yang dianggap tidak lagi sesuai dengan kondisi dan perkembangan saat ini.  Sebagai gantinya, pemerintah menerbitkan Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa.

Berdasarkan Permendagri Nomor 18 Tahun 2018, jenis Lembaga Kemasyarakatan Desa atau yang biasa disingkat menjadi LKD diantaranya meliputi: Rukun Tetangga; Rukun Warga; Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga; Karang Taruna; Pos Pelayanan Terpadu; dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.  Kepengurusan LKD tersebut dipimpin oleh seorang ketua dan dibantu oleh sekretaris, bendahara, dan bidang-bidang yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.  Periode kepengurusannya ditetapkan selama lima tahun, dan dapat menjabat kembali untuk satu masa periode kepengurusan. 

Sebagai lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Desa dan masyarakat, LKD memiliki empat karakteristik sebagaimana yang diatur dalam Permendagri Nomor 18 Tahun 2018.  Pertama, sebagai wadah partisipasi masyarakat.  Adanya LKD ini diharapkan dapat menjadi tempat bagi masyarakat untuk terlibat dan berperaan secara aktif dalam mensukseskan program-program pembangunan di lingkungannya.  Untuk itu pengurus LKD semestinya dapat membuka diri dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat yang ingin berkonstribusi dalam pembangunan, baik itu berupa materi, tenaga, maupun pikiran.

Karakteristik kedua yaitu LKD sebagai mitra Pemerintah Desa. Makna mitra disini menunjukkan bahwa hubungan LKD dengan Pemerintah Desa adalah kolaboratif dan koordinatif yang artinya kedua pihak saling bekerjasama dan saling mendukung dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.  Terkait dengan hal tersebut, maka kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh LKD hendaknya mengacu dan sejalan dengan program kegiatan yang ada di Pemerintah Desa.  Begitu pula sebaliknya, program-program kegiatan Pemerintah Desa perlu memperhatikan kebutuhan masyarakat yang disampaikan melalui LKD.

Ketiga, LKD ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.  Melalui LKD masyarakat dapat ikut serta dalam tiga tahapan pembangunan yang dimulai dari perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan juga termasuk mengawasi pembangunan di lingkungannya.  Ketiga peran tersebut tentunya perlu dioptimalkan oleh pengurus LKD agar pembangunan di wilayahnya dapat benar-benar berhasil guna dan sesuai dengan kebutuhan prioritas masyarakat.  Untuk itu, pengurus LKD harus mampu melakukan upaya edukasi dan persuasi guna mendorong peran aktif masyakat dalam semua tahapan pembangunan tersebut.

Karakteristik terakhir adalah LKD berperan meningkatkan pelayanan masyarakat Desa. Melalui keberadaan LKD maka sejatinya pelayanan masyarakat menjadi lebih mudah, murah, dan optimal.  Hal tersebut disebabkan adanya lembaga yang mampu memfasilitasi proses pelayanan masyarakat secara langsung.  Pengurus LKD dalam konteks ini tentunya tidak hanya membantu tugas-tugas pemerintah Desa yang bersifat administratif saja, tetapi juga pada bidang pelayanan lainnya seperti keamanan dan ketertiban, kerohanian, sosial kemasyarakatan, pemuda dan olah raga, dan juga pemberdayaan perempuan.

Keempat karakteristik LKD yang telah dikemukakan tersebut, menunjukkan bahwa LKD mempunyai peran yang sangat strategis dalam menentukan keberhasilan dan efektivitas pembangunan di suatu Desa, sehingga keberadaannya sangat diperlukan.  Lalu, bagaimana dengan kelurahan yang nota bene memiliki kedudukan administratif pemerintahan yang setara dengan Desa?.  Menjawab pertanyaan tersebut, Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 dalam Pasal 14 Ayat 1 dengan jelas menyebutkan bahwa pembentukan LKD berlaku mutatis mutandis bagi pembentukan LKD di kelurahan. 

Makna mutatis mutandis sebagaimana yang dimaksud dalam Permendagri tersebut menunjukkan bahwa semua yang diatur dalam Permendagri Nomor 18 Tahun 2018, dianggap berlaku pula untuk pembentukan LKD di kelurahan.  Artinya, aturan tersebut dapat juga digunakan untuk wilayah kelurahan.  Adapun bila ada penambahan dan kebutuhan lain yang sifatnya mendesak, dapat disesuaikan melalui Peraturan Bupati atau Peraturan Wali Kota.  Berpijak pada uraian tersebut, maka keberadaan LKD tidak hanya di wilayah Desa tapi juga ada di tingkat kelurahan. 

Keberadaan LKD yang strategis dalam lingkungan kehidupan bermasyarakat, serta perannya yang penting dalam pemerintahan Desa/kelurahan,  tentu membutuhkan figur ketua yang berkualitas.  Ketua LKD sebagai seorang pemimpin di masyarakat idealnya memang dipilih secara langsung oleh masyarakat, namun pada saat tertentu dan mendesak dapat ditunjuk ketua sementara oleh pejabat berwenang.  Ketua LKD yang dipilih secara langsung dan demokratis oleh masyarakat tentulah memiliki posisi (bargaining) yang kuat, karena ia dipilih berdasarkan kemampuannya dan mendapatkan kepercayaan langsung dari masyarakat. Terkait dengan hal tersebut, maka ketua LKD idealnya adalah seorang tokoh masyarakat yang dihormati dan memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat.  

Menurut Rogers dan Shoemaker dalam bukunya Communication of Innovations: A Cross Cultural Approach, tokoh masyarakat dikelompokkan sebagai pelopor yang memberikan keteladanan bagi masyarakat lainnya.  Pemimpin sebagai seorang pelopor diartikan bahwa ia adalah orang yang lebih dahulu mengambil keputusan untuk mengadopsi suatu inovasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.  Dari sisi komunikasi, seorang pelopor adalah orang yang sangat dekat dengan sumber informasi, sehingga sering menjadi tempat bertanya oleh masyarakat lainnya.

Lebih lanjut Rogers dan Shoemaker menjelaskan bahwa tokoh masyarakat dicirikan dengan memiliki jaringan yang lebih luas dari pengikutnya, sehingga memungkinkan ia untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama masyarakat.  Pada konteks ketua LKD yang juga sebagai seorang tokoh masyarakat, maka akan memudahkan ia dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai pemimpin.  Adanya kemampuan, keteladanan, dan jaringan luas yang dimiliki oleh ketua LKD, menjadi garansi dalam menggerakkan masyarakatnya, membangun kerjasama yang baik dengan pihak lainnya, dan mampu menjalankan fungsi LKD dengan optimal.

Menurut Permendagri Nomor 18 Tahun 2018, LKD memiliki tujuh fungsi, yaitu: (a) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; (b) menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat; (c)  meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan Pemerintah Desa/kelurahan kepada masyarakat; (d) menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan secara partisipatif; (e) menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan prakarsa, partisipasi, swadaya, serta gotong royong masyarakat; (f) meningkatkan kesejahteraan keluarga; dan (g) meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Ketujuh fungsi LKD yang telah diuraikan tersebut sebenarnya merupakan tugas pemerintah yang juga menjadi tanggung jawab LKD untuk mewujudkannya.  Hal ini juga semakin mempertegas bagaimana peran yang perlu dilakukan oleh LKD dalam proses pembangunan di Desa/kelurahan, tentunya dengan tetap memedomani keempat karakteristik LKD.  Seiring dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi komunikasi saat ini, diharapkan pengurus LKD dapat mengoptimalkan pemanfaatan media komunikasi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, sehingga koordinasi dan pengambilan keputusan dapat berjalan lebih mudah dan cepat. 

Sebagai penutup, berbagai peran LKD dalam pembangunan di Desa/kelurahan yang telah dikemukakan sebelumnya, menunjukkan bahwa eksistensi LKD tidak saja dibutuhkan oleh masyarakat, tetapi juga oleh pemerintah.  Karena itu, masyarakat perlu berperan aktif untuk melakukan pengawasan langsung terhadap LKD, guna menjamin terlaksananya tugas dan fungsi LKD.  Masyarakat yang apatis terhadap keberadaan LKD hanya akan menjadikan LKD sebagai lembaga sekedar simbol.  Di sisi yang lain, Pemerintah Desa/kelurahan sebagai pembina dan mitra LKD harus mampu mendorong dan memfasilitasi lembaga ini, agar dapat berperan optimal dalam mendukung proses pembangunan.   Pada akhirnya, peran aktif dari semua pihaklah yang menentukan seberapa penting dan seberapa besarnya peran LKD dalam pembangunan. ***

* Penulis adalah Senior Trainer BPSDM Provinsi Riau