PEKANBARU - Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Provinsi Riau yang terdiri dari tiga kelompok besar buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) versi Andi Gani, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan PS BUN akan menggelar aksi menolak Omnibus Law.

Koordinator MPBI Riau, Juandy Hutahuruk menegaskan mereka akan menggelar aksi selama dua hari, yakni Selasa - Rabu (13-14 Oktober 2020) di dua titik, yakni Gedung DPRD Riau dan Gubernur Riau.

Dikatakan Juandy, pihaknya akan membawa 5000 massa ke dua titik tersebut untuk mendesak pemerintah segera mencabut UU Omnibus Law. Satu organisasi buruh akan mengirimkan massa sekitar 1500-2000 massa.

Meskipun Presiden Jokowi sudah memberikan klarifikasi terkait isu yang beredar. Presiden Jokowi, lanjut Juandy, menerima laporan yang salah dari jajarannya dan menyampaikan laporan itu kepada masyarakat. 

Laporan yang salah itu, dijelaskan Juandy, misalnya terkait Upah Minimum Provinsi (UMP) yang akan dihapuskan dalam UU Omnibus Law, kemudian Presiden menegaskan bahwa UMP tidak dihapus.

"Dalam regulasi lama, rumus UMP ini adalah pertumbuhan ekonomi ditambah infalasi dikali Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Nah, dalam Omnibus Law, ada redaksi 'pertumbuhan ekonomi atau inflasi', redaksi 'atau' ini yang kita sesalkan," jelasnya kepada GoRiau.com, Minggu (11/10/2020).

Redaksi 'atau' ini, katanya, akan ditafsirkan luas dan dunia usaha pasti memilih nilai yang terkecil, apakah pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Pengusaha akan memilih yang terkecil itu dan dikalikan dengan PDRB.

"Benar UMP tidak dihapus, tapi manfaatnya pasti berkurang. Kita pasti merasakannya nanti karena angka pengkaliannya rendah. Yang memahami hanya praktisi dan aktivis buruh yang selama ini berjuang. Kita aktivis buruh ini paham sampai ke unsur-unsur mikro regulasi Omnibus Law ini," tambahnya.

"Sebenarnya kami tidak terjebak hoax, tapi saya menilai pemerintah ini menepis hoax dengan hoax. Benar UMP tidak dihapus 'tapi', benar cuti tetap ada 'tapi', benar upah ada 'tapi'. Semua diakomodir tapi pakai 'tapi', itu yang mau kita sampaikan ke pemerintah," imbuhnya.

Ditanya kenapa demo dilangsungkan dua hari, menurut Juandy, aksi akan berlangsung satu hari saja jika Gubernur dan DPRD Riau bisa satu pemahaman dengan buruh. Kemudian membuat pernyataan tertulis menolak Omnibus Law, bukan sekedar meneruskan aspirasi saja.

"Kalau aspirasi diterima di hari pertama, kita tidak mesti panjang-panjang. Kita paham ini kewenangan pemerintah pusat, tapi keseragaman teriakan yang kita butuhkan," tuturnya.

Lebih jauh, Juandy menilai proses pengesahan UU Omnibus Law terlalu mendadak dan cacat hukum. Kemudian implementasinya akan menimbulkan perselisihan. Hal ini harus dipahami oleh Gubernur Riau dan DPRD Riau.

"Mereka harus paham dengan penjelasan kita, setalah itu baru disampaikan. Jadi tidak hanya tanda terima dan janji akan diteruskan saja. Makanya estimasi aksinya dua hari," tutupnya.***