JAKARTA - Saat rakyat dirundung sengsara karena pandemi virus corona, pemerintah malah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dikutip dari Kompas.com, BPJS Watch menilai kebijakan menaikkan iuran BPJS di tengah pandemi virus corona menunjukkan pemerintah kehilangan nalar sehingga tidak lagi mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang sangat melemah.

''Pemerintah sudah kehabisan akal dan nalar sehingga dengan seenaknya menaikkan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat,'' ujar Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar, dilansir dari Kontan.co.id pada Selasa (12/5/2020).

''Padahal di pasal 38 di perpres ini menyatakan kenaikan iuran harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat,'' sambungnya.

Dalam Perpres, iuran bagi peserta PBPU dan peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I sebesar Rp150.000 per orang per bulan.

Angka ini lebih rendah sedikit dari aturan sebelumnya, yaitu Perpres Nomor 75/2019, yang sebesar Rp160.000 per orang per bulan.

Sementara untuk kelas II yakni sebesar Rp100.000 per orang per bulan. Dalam Perpres Nomor 75/2019, disebutkan iuran untuk peserta mandiri kelas II sebesar Rp110.000.

Untuk kelas III, iuran yang ditetapkan sebesar Rp42.000 per orang per bulan. Untuk kelas III, pemerintah memberi subsidi Rp16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp25.500.

Selanjutnya, iuran peserta PBU dan BP untuk Januari, Februari dan Maret tetap mengacu pada Perpres 75/2019.

Sementara, iuran untuk bulan April, Mei dan Juni 2020 sesuai dengan Perpres 82/2018 yakni Rp 25.500 untuk kelas III, Rp 51.000 untuk kelas II dan Rp 80.000 untuk kelas I.

Timbul menilai bahwa kebijakan menaikkan iuran BPJS saat pandemi Covid-19 berlangsung memperlihatkan bahwa pemerintah tidak punya kepekaan sosial.

''Pemerintah tidak memiliki kepekaan sosial terhadap rakyat peserta mandiri. Di tengah pandemi dan resesi ekonomi saat ini putusan MA hanya berlaku 3 bulan yaitu April, Mei dan Juni 2020,'' kata Timboel.

Padahal, menurut dia, peserta mandiri adalah kelompok masyarakat pekerja informal yang perekonomiannya sangat terdampak oleh Covid-19.

Bukan hanya soal iuran, di tahun mendatang terdapat peningkatan denda bagi peserta yang sempat tidak aktif dan menunggak. Denda yang dikenakan menjadi 5 persen pada 2021, padahal sebelumnya denda hanya 2,5 persen.

Timboel pun turut menyoroti hal lain yang diatur dalam aturan ini, yaitu terkait pemberian subsidi.

Iuran PBPU dan PBI kelas III, di tahun ini peserta membayar Rp 25.500 per orang per bulan, sementara sisanya sebesar Rp 16.500 akan dibayar oleh pemerintah pusat sebagai bantuan iuran.

Lalu, untuk tahun 2021 dan tahun berikutnya, peserta membayar Rp35.000 per orang per bulan, lalu Rp 7.000 akan dibayar oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai bantuan iuran.

Menurut Timboel, pemerintah sudah melanggar ketentuan UU SJSN, yang mengatur bahwa pemerintah membayar iuran JKN rakyat miskin.

''Tetapi di Perpres 64 ini kelas III mandiri yaitu PBPU dan BP disubsidi Rp 16.500 oleh Pemerintah sejak 1 Juli 2020. Bahwa ada peserta PBPU dan BP yang mampu tetapi iurannya disubsidi pemerintah," kata Timboel.***