JAKARTA - Tonin Tachta Singarimbun, pengacara Ruslan Buton kembali mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka kasus penyebaran hoaks dan ujaran kebencian, meski sebelumnya telah ditolak majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Hari ini (Senin) tiga praperadilan kita ajukan ke PN Jakarta Selatan, yakni sebagai pemohon adalah Ruslan Buton, istrinya dan anaknya," kata Tonin di Jakarta, Senin (29/6/2020).

Yang menjadi objek ketiga gugatan tersebut adalah penetapan tersangka, penangkapan, penyitaan dan penahanan terhadap Ruslan Buton yang dinilai tidak sah.

Adapun pihak-pihak yang termohon/tergugat dalam ketiga permohonan praperadilan tersebut, yakni Kapolri, Direktur Siber Mabes Polri dan Kabareskrim c/q Dirtipsiber.

"Praperadilan Ruslan lawan Dir Siber, anak Ruslan lawan Kabareskrim c/q Dirtipsiber dan istrinya lawan Mapolri c/q Kabareskrim c/q Dirsiber," kata Toni.

Ruslan berharap hakim mengabulkan gugatan, menghentikan perkara pidana dan merehabilitasi nama baiknya.

Sebelumnya, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hariyadi menolak gugatan praperadilan Ruslan Buton pada sidang putusan yang berlangsung Kamis (25/6).

Hakim menyatakan termohon dalam hal ini Direktur Siber Mabes Polri memenuhi unsur yang sah dalam menetapkan status tersangka kepada Ruslan Buton.

Ruslan Buton ditangkap oleh tim Bareskrim Polri bersama Polda Sultra dan Polres Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, pada Kamis (28/5).

Dalam kasus ini, barang bukti yang disita polisi, yakni satu ponsel pintar dan sebuah KTP milik Ruslan.

Bareskrim Polri kemudian menetapkan Ruslan Buton sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. Ruslan ditahan di Rutan Bareskrim per Jumat (29/5) selama 20 hari hingga 17 Juni 2020.

Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.***