JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Ribka Tjiptaning Proletariyati, kembali menegaskan bahwa negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya. Dalam hal vaksin Covid-19, perlu betul-betul jelas kerjasama yang dijalinĀ  dengan Sinovac berupa business to business (B to B) atau Business to Government (B to G).

"Kalau memang belum jelas, sambung lagi besok, jadi tiga hari," kata Ribka dalam rapat bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI di Senayan, Jakarta, Rabu (13/1/2020). Ini adalah rapat hari kedua di pembukaan masa sidang berjalan, setelah rapat pertama digelar pada Selasa.

Ribka mengaku, dirinya memiliki banyak teman di China. Dari informasi yang Ia himpun, Sinovac bukan termasuk farmasi yang diperhitungkan di China.

"Boleh dibilang rongsok lah," kata Ribka.

Sehingga, Ia melanjutkan, "kenapa Merah Putih (vaksin yang tengah berproses di Eijkman) tidak kita seriuskan saja?".

Ribka mengaku mendapat teguran di internal partai karena sikap tegasnya menolak vaksin, tapi Ia menegaskan, persoalan vaksin adalah persoalan rakyat dan Ia adalah wakil rakyat. Dan menurutnya, sumber daya (keuangan) negara, sebaiknya tak dijadikan untuk berbisnis dengan rakyat.

"Kalau APBN dibuat bisnis ya lucu aja," kata Ribka.

Ia kemudian menyinggung pernyataan Bio Farma yang tak berkenan mengalami kerugian. Padahal menurut Ribka, Bio Farma sebagai perusahaan BUMN, sepatutnya berkenan mengalami kerugian selama hal itu untuk rakyat.

"Statement-nya Bio Farma jelas, Bio Farma nggak mau rugi. Mana ada cerita rugi buat rakyat," kata Ribka.

Dalam rapat sebelumnya, Ribka tegas menolak vaksin karena baginya keamanan dan kemanjuran vaksin harus jelas terlebih dahulu. Selain memang, tak boleh ada unsur negara berbisnis vaksin dengan kesehatan rakyat. Ketegasannya berujung nyinyiran rekan sejawat.

"Di (grup, red) WA fraksi saya, nyinyir semua. Saya bilang pasti milih yang dua jutaan rupiah toh," kata Ribka.

Dalam rapat Selasa kemarin, Ribka memang mengemukakan perbedaan harga vaksin dari varian vaksin yang namanya beredar. Ia mempertanyakan, berapa harga vaksin yang digratiskan oleh pemerintah.

"Wong ada yang Rp584 ribu, ada yang Rp292 ribu, ada yang Rp116 ribu, ada yang Rp540 ribu, sampai Rp1,8 jutaan dan Rp2.100 ribuan. Pasti yang murah kalau orang miskin," kata Ribka dalam rapat, Selasa, kemarin.

Pantauan GoNews.co, salah satu legislator fraksi partai Demokrat yang hadir dalam rapat Rabu itu juga akhirnya menyatakan pentingnya Kemenkes mengantisipasi penolakan warga terhadap vaksinasi vaksin Sinovac.

Menurutnya, jika yang dipahami masyarakat vaksin Sinovac adalah vaksin yang murah, sementara vaksin gelombang selanjutnya adalah vaksin yang mahal, maka masyarakat akan menolak vaksin gelombang awal dan memilih vaksin yang mahal di gelombang berikutnya, toh sama-sama gratis.***