SIAK -Usaha sarang burung walet sejak lama menggeliat dan banyak ditekuni oleh masyarakat di Kabupaten Siak, Riau ini sebagian besar belum mengantongi izin usaha. Tetapi hal itu ternyata tak menjadi hambatan bagi Badan Keuangan Daerah Siak untuk memungut pajaknya.

Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten Siak, Yan Prana Jaya mengatakan pajak dari penangkaran burung walet ini menguntungkan daerah karena dapat mendorong pendapatan asli daerah (PAD) di Negeri Istana Siak Sri Indrapura.

"Meski saat ini di Siak revisi perda perizinan sarang burung walet belum disahkan, tapi perda pajak walet di Siak itu sudah ada sejak lama yang diatur dalam Perda Kabupaten Siak Nomor 23 tahun 2010. Jadi pengusaha sarang burung walet wajib membayarkan pajak usahanya," kata Yan Prana Jaya kepada GoRiau.com, Kamis (27/12/2018).

Dalam perda tersebut, Bab II pasal 2 juga sudah dijelaskan harga standar pasar sarang burung walet mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 8 juta per kilogram.

"Dari nilai jual itu, pengusaha burung walet wajib membayarkan pajak sebesar 10 persen setiap bulannya. Dan sebenarnya kewajiban perpajakan ini akan terpenuhi denhan mudah apabila pengusaha walet sadar akan kewajibannya," sebut Yan lagi.

Sebelum memungut pajak walet Oktober 2018 lalu, Kepala Badan Keuangan Daerah Siak juga berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan RI. Dan Sarang burung walet dikatakan termasuk objek pajak.

Sehingga pajak daerah dapat dipungut apabila wajib pajak telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan pemungutan pajak daerah itu bukan merupakan pemberian izin usaha.

"Untuk menghindari terjadinya permasalahan hukum saat kita memungut pajak sarang burung walet yang belum kantongi izin ini, kita pelajari lagi perdanya, lalu kita minta penjelasan dari kementerian keuangan. Dan Alhamdulillah, sekarang ini pengusaha walet di Siak sudah sadar akan wajib pajak," kata Mantan Bappeda Siak itu. ***