DARI kejauhan terlihat minaretnya yang berdiri kokoh menjulang ke langit. Menara tunggal dengan gaya arsitektur Moorish (perpaduan antara arsitektur Mesir Kuno, Cina, dan India) seakan diapit dan terjepit di antara dua deretan pertokoan bergaya klasik abad pertengahan. Tetapi, saat melihat lebih dekat, deretan pertokoan dua lantai itu ternyata sudah ada di depan, sementara menara dan bangunan utamanya berdiri megah di sisi belakang.

Itulah Masjid Melayu Lebuh Acheh (Acheen Street Malay Mosque), satu bangunan tua yang sudah ada di Penang, Malaysia, yang hingga hari ini masuk berdiri kokoh dan terawat baik. Sesuai dengan namanya, masjid jamik yang bisa menampung sekeliling 500 jamaah terletak di Lebuh Acheh, George Town, ibu kota Pulau Pinang, Malaysia. Lebuh pada bahasa Melayu (Malaysia) berarti jalan.

Menurut tulisan di prasasti yang terpampang di depan pintu gerbangnya, Masjid Melayu Lebuh Acheh didirikan pada 1808 oleh Tunku Syed Hussain Al-Aidid, seorang saudagar Aceh yang hijrah dan lalu menetap di Penang semenjak 1791. Pada kiprahnya sebagai seorang pedagang rempah-rempah, Syed Hussain bukan saja membangun masjid, tetapi pun sukses membuka dan menjadikan wilayah sebagai satu kawasan yang ramai dan maju sampai waktu ini.

Rombongan Fam Trip asal Banda Aceh yang memperoleh kesempatan menikmati penerbangan langsung (direct flight) perdana Banda Aceh-Penang bersama Maskapai Malindo Air, Jumat ((16/3), mengunjungi masjid tertua di Pulau Pinang . Masjid Melayu Lebuh Acheh ini, di samping mempunyai minaret berbentuk octagon (bersegi delapan), pun dilengkapi dengan kulah wudhuk, sumur, kamar mandi (toilet), dan area pemakaman. Syed Hussain sendiri dimakamkan area yang ditemukan di sisi belakang masjid .

Buat para pelancong dari Aceh, berkunjung ke masjid ini menjadi menarik bukan saja sebab dibangun oleh orang Aceh, tetapi pun sebab komposisi demografis Penang. Pulau Pinang ialah negeri bagian Malaysia yang terkecil kedua, sesudah Perlis. Tetapi dari segi jumlah masyarakat yang mencapai 1.773.442 jiwa, Penang tercatat sebagai negera bagian dengan persentase masyarakat muslim dan Melayu minimal dibandingkan dengan negara-negara bagian semisalnya di Malaysia.

Berdasarkan Ainun M Borkhan, pemandu wisata yang membawa rombongan Fam Trip dari Banda Aceh, masjid ini kini menjadi satu obyek wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal Malaysia dan asing, terutama para pelancong dari Aceh. Pada awalnya Masjid Melayu Lebuh Acheh ini dibangun sebagai rumah ibadah dan kandang pengajian buat masyarakat muslim setempat.

Tetapi pada perjalanan sejarahnya yang panjang, masjid itu dan distrik di sekelilingnya pun pernah menjadi pangkalan transit buat para calon jamaah haji dari Malaysia, Indonesia, dan Thailand sebelum berangkat ke tanah suci Mekkah, Arab Saudi. Peristiwa ini terjadi pada akhir abad 19 dan awal abad 20, sehingga Masjid Melayu Lebuh Acheh dan kawasan pemukiman masyarakat di sekelilingnya saat dijuluki sebagai Jeddah kedua.

Ini meningatkan kami pada Pulau Rubiah di Sabang yang pun pernah menjadi pangkalan transit para calon jamaah haji. Bahkan, julukan Jeddah kedua yang ditabalkan buat kawasan sekeliling Masjid Melayu Lebuh Aceh yang bercat broken white , pun seolah mengingatkan kami pada Aceh yang dijuluki sebagai daerah Serambi Mekkah.

''Saat musim haji tiba, kawasan pemukiman masyarakat di sekeliling Masjid Melayu Lebuh Acheh ini cukup sibuk. Kesibukan bukan saja sebab dipenuhi oleh para jamaah calon haji yang menunggu proses dokumen perjalanan, tapi pun dibanjiri oleh saudara dan kawan handai taulan yang menghantar mereka,'' kata Ainun.

Dia menambahkan, hampir setiap rumah masyarakat di sekeliling Masjid Melayu Lebuh Acheh, di Penang , disewa oleh para calon jamaah haji dan sanak-keluarga mereka, sebagai pengantar yang mau melepaskan keberangkatan mereka ke tanah suci. Tetapi hiruk-pikuk terkait pangkalan transit calon jamaah haji berakhir seiring dengan pecahnya Perang Dunia II (1939-1945).

Kegiatan keberangkatan calon jamaah haji lewat Pulau Pinang dibuka kembali pada 1949. Tetapi 27 tahun lalu atau tepatnya pada 1976, Lembaga Urusan dan Tabung Haji Melaysia menghentikan pangkalan transit calon jamaah haji itu. Ini digunakan sebab semenjak , keberangkatan calon jamaah haji ke tanah suci Mekkah tak lagi memakai kapal laut, tetapi telah dilayani dengan pesawat terbang.

Di Penang, selain Masjid Melayu Lebuh Acheh yang sekarang berstatus sebagai ''Warisan Negeri'', pun ditemukan masjid-masjid semisalnya yang indah, di antaranya Masjid Negara (State Mosque of Penang), Masjid terapung (Penang Floating Mosque), Masjid Abdullah Fahim, dan Masjid Kapitan Keling (Kapitan Keling Mosque). Tapi satu masalah yang tepat, kalau kami dari Aceh rasanya tak sempurna ke Penang, jika belum melihat dan menginjakkan kaki di Masjid Melayu Lebuh Acheh. ***