SELATPANJANG - Tiga tahun terakhir, lebih 20 PNS di Kepulauan Meranti bercerai. Rata-rata perceraian itu terjadi setelah digugat istrinya. Penyebabnya umumnya masalah ekonomi.

Berdasarkan data yang ada di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kepulauan Meranti, tahun 2016 tercatat 11 orang PNS bercerai. Lalu pada tahun 2017, angka perceraian PNS sedikit menurun dibandingkan tahun 2016. Yaitu hanya 10 orang.

Tahun ini, perceraian menurun drastis. Hingga November 2018, BKD baru menerima 4 proses peeceraian. Dua pasangan resmi bercerai sementara dua lainnya sedang di BAP.

"Iya sampai November baru 4 orang (dua pasang). Itupun dua diantaranye masih di BAP dan mediasi. Belum sampai keluar SK bupati tentang izin perceraian," kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kepulauan Meranti, Bakharuddin.

Dijelaskannya, berdasarkan aturan, proses perceraian para abdi negara sangat panjang dan rumit. Mulai dari mendapatkan rekomendasi dari Kabid, Kadis, Inspektorat, BKD hingga harus ada izin dari PPK yakni, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti. 

Namun, sebelum bercerai, pasangan PNS akan terlebih dahulu dimediasi dan dinasihati Kabid, Kadis (organisasi perangkat daerah). Kalau masih belum bisa mendamaikan, persoalan tersebut dibawa ke Tim BKD yang melibatkan Inspektorat daerah setempat. Yang bersangkutan akan kembali dipanggil dan diberi nasihat.

Jika upaya ini kembali gagal dan pegawai tersebut tetap ingin cerai, BKD akan membuat telaah atau kajian untuk diteruskan kepada bupati. Proses itu harus dilakukan, mengingat pemerintah berusaha mempertahankan keutuhan rumah tangga ASN.

"Rata-rata yang sudah sampai mengadu ke BKD dan dilanjutkan ke pengadilan agama ini pasangan yang sudah bulat tekadnya ingin cerai. Jadi, walau kita mediasi pun tekad ingin bercerai mereka memang dah tak bisa dibendung," aku Bakharuddin.

Berdasarkan telaah kasus oleh BKD, penyebab utama perceraian adalah masalah ekonomi. Namun ada juga jarak yang memisahkan keduanya menjadi alasan pertemuan.

"Kalau yang menggugat itu rata-rata perempuan," kata Bakharuddin. ***