JAKARTA - beberapa hari lalu tepatnya Selasa (27/3/2018), tiga pelaku pengedar sekoper uang palsu dengan total senilai Rp6 miliar yang ditangkap polisi di Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat.

Para pelaku mengaku akan mengirim uang palsu tersebut kepada seorang pemesan di wilayah Tanggerang. "Uang palsu ini akan dikirim ke Tanggerang," kata Kapolresta Bogor Kota Kombes Ulung Sampurna Jaya, di Polsek Bogor Timur, Kota Bogor.

Dari hasil pemeriksaan terhadap ketiga pelaku yang berinisial CN (56), MS (37) dan YS (30) uang palsu tersebut dibeli dengan harga Rp750 ribu uang asli untuk Rp1 miliar uang palsu dan akan dijual kembali.

"Mereka beli dari seseorang di luar Bogor dan dijual lagi di luar Bogor. Uang ini mereka jual lagi dengan perbandingan 1 lembar uang asli untuk 3 lembar uang palsu," jelasnya.

Hingga saat ini, para pelaku masih diperiksa lebih lanjut terkait kasus ini. Mereka akan dijerat Pasal 245 KUHP Jo Pasal 378 KUHP tentang uang palsu dan penipuan dengan ancaman 15 tahun penjara.

Sebelumnya, Polresta Bogor Kota juga menangkap tiga pengedar uang palsu di sebuah rumah kontrakan yang berada di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat pagi tadi.

Dari hasil penggeledahan di lokasi penangkapan, polisi mengamankan barang bukti berupa uang palsu pecahan Rp100 ribu di dalam koper besar sebanyak Rp6 miliar.

Polisi menduga, uang palsu tersebut akan diedarkan jelang pilkada dan Pilpres. Menanggapi maraknya uang palsu yang beredar dalam tahun politik, Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, jelang Pilkada dan Pilpres peredaran uang palsu (upal) dinyakini akan marak.

"Ini akan merusak sendi kehidupan bangsa. baik dari sisi politik, keamanan maupun ekonomi kita," ujar Bamsoet, Kamis (29/3/2018).

Untuk itu, Politisi Golkar ini meminta Komisi I DPR mendorong Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melakukan investigasi secara khusus terkait dengan jaringan pembuat dan pengedar uang palsu. "Saya mendesak pemerintah untuk membuat regulasi yang berdampak cepat dalam mengantisipasi peredaran uang palsu (upal) di Pilkada 2018 dan Pilpres 2019," tegasnya.

Bamsoet juga meminta, agar Komisi II DPR mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membuat regulasi yang dapat mengantisipasi terjadinya money politik dalam Pilkada Serentak 2018 dan 2019. Politisi Golkar juga meminta Kepolisian untuk segera mengungkap dan menyampaikan kepada masyarakat mengenai terbongkarnya sindikat pengedar uang palsu, termasuk aktor intelektualnya di Jawa Timur. "Kepolisian harus segera  menemukan sindikat pengedar uang palsu lain yang ada di Indonesia, mengingat hal tersebut dapat meresahkan masyarakat dan berakibat buruk bagi perekonomian

nasional," tegasnya. Ketua DPR juga berharap Bank Indonesia (BI) untuk mengevaluasi sistem keamanan berlapis terhadap uang kertas Republik Indonesia dengan teknologi terbaru agar keaslian uang kertas rupiah Republik Indonesia dapat terlihat secara kasat mata dan tidak mudah ditiru atau dipalsukan seperti mata uang negara-negara Eropa yang sudah memakai teknologi Kinegram. Sementara rupiah kita masih memakai teknologi hologram.***