PANGKALAN KERINCI – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kabupaten Pelalawan, Riau menggelar aksi sebagai bentuk keprihatinan petani kelapa sawit saat ini.

Mereka menyampaikan keprihatinannya kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan, terkait dampak dari larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya.

Kondisi tersebut berdampak langsung terhadap anjloknya harga beli tandan buah segar (TBS) petani kelapa sawit oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

Mewakili Apkasindo Pelalawan, Rahmadsyah Rangkuti menyampaikan kondisi itu kepada Pemkab Pelalawan melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pelalawan, T Mukhlis di kantor Bupati Pelalawan, kemarin.

"Kami menyampaikan keprihatinan petani kelapa sawit Indonesia. Harga TBS sawit saat ini tidak sesuai dengan harga penetapan pemerintah," katanya.

Menurutnya, harga TBS kelapa sawit anjlok antara 40 hingga 70 persen dari harga penetapan pemerintah dan tidak diterima pabrik karena alasan penyimpanan CPO penuh.

"Kondisi ini terjadi merata sejak adanya larangan ekspor CPO dan turunannya , sejak tanggal 28 April 2022," ujar perwakilan Apkasindo.

Dalam aksi keprihatinan ini, Apkasindo menyampaikan surat yang berisi lima tuntutan. Meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk melindungi 16 juta petani sebagai dampak turunnya harga TBS sawit sebesar 70 persen di 22 provinsi.

Meminta presiden untuk meninjau ulang kebijakan larangan ekspor sawit dan produk MGS serta bahan bakunya karena dampaknya langsung ke harga TBS sawit.

Kemudian, presiden diminta tidak hanya mensubsidi MGS curah, tapi juga MGS kemasan sederhana (MGS Gotong Royong).

"Untuk menjaga jangan sampai gagal, kami minta memperkokoh jaringan distribusi minyak goreng sawit terkhusus yang bersubsidi dengan melibatkan aparat TNI-Polri," sebutnya.

Pemerintah diminta dengan segera membuat regulasi yang mempertegas PKS dan Pabrik MGS harus 30 persen dikelola oleh koperasi untuk kebutuhan domestik. "Biar urusan ekspor diurus oleh perusahaan besar, sehingga kejadian saat ini (kelangkaan MGS) tidak bersifat musiman (tidak terulang lagi)," ujarnya.

Terakhir, presiden juga diminta memerintahkan Menteri Pertanian merevisi Permentan 01/2018 tentang Tataniaga TBS (Penetapan Harga TBS), karena harga TBS yang diatur dalam Permentan 01 hanya ditujukan kepada petani yang bermitra dengan perusahaan.

"Padahal petani bermitra dengan perusahaan hanya 7 persen dari total luas perkebunan sawit rakyat 6,72 juta hektar, 93 persen petani swadaya terabaikan haknya dalam harga TBS," papar perwakilan Apkasindo.

T Mukhlis menyampaikan bahwasannya aspirasi Apkasindo sudah dilaksanakan oleh Pemkab Pelalawan. Bahkan terkait persoalan harga TBS dan permasalahan larangan ekspor Bupati Pelalawan telah melakukan upaya sidak di lapangan.

"Bupapati juga telah mengundang petani, Apkasindo, pengusaha pabrik kelapa sawit, Gapki dan telah menyampaikan aspirasi kepada pemerintah pusat Pak Presiden, Kementerian terkait dan Gubernur Riau. Sama yang disuarakan Apkasindo," jelasnya.***