JAKARTA - Hasil Musyawarah Nasional (Munas) PSTI yang digelar di Icuk Sport Trainning Centre (ISTC) Sukabumi, Jawa Barat, 27-28 Desember 2020 dengan memilih Asnawi Abdul Rachman sebagai Ketua Umum PB PSTI periode 2021-2025 menuai protes.

Sebanyak 16 Pengurus Provinsi Persatuan Sepak Takraw Indonesia (Pengprov PSTI) meminta KONI Pusat mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 07/tahun 2021 tanggal 13 Januari 2021 tentang pengukuhan personalia kepengurusan PB PSTI periode 2021-2025. 

Permintaan penolakan hasil Munas dan pencabutan SK KONI Nomor 07/tahun 2021 itu disampaikan Ketua Pengprov PSTI Banten, Golib AM melalui surat resmi yang dikirimkan kepada Ketua Umum KONI Pusat, Letjen (Purn) Marciano Norman tertanggal 20 Januari 2021. 

Dalam surat yang diterima, Rabu (27/1/2021), Pengprov PSTI Banten menjelaskan tentang hasil verifikasi dan validasi dua calon Ketua Umum PB PSTI yakni Asnawi Abdul Rahman dan Syafrizal Bakhtiar. Dia menyebut keputusan Tim Panjaringan dan Penyaringan (TPP) yang menyatakan Syafrizal Bakhtiar tidak memenuhi persyaratan tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Tidak diterimanya Syafrizal sebagai calon ketua umum PB PSTI dengan alasan surat domisili tidak sama dengan KTP sehingga hilangnya hak warga negara memberikan pengabdiannya dalam membangun olahraga di Tanah Air melalui PSTI.

Hal ini tidak sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945.  Pada pasal 28 E ayat (1l disebutkan setiap orang berhak memeluk agamanya, memilih pendidikan dan pengajar, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negaranya dan meninggalkannya serta berhak kembali. Dan, pasal 28 E ayat (3) dan pasal 24 ayat (1) Undang Undang Hak Asasi Manusia (HAM) disebutkan setiap orang berhak atas kebebesan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Apalagi, pasal 4 AD/ART itu jelas PSTI disebutkan berazaskan Pancasila dan berdasarkan UUD 1945 yang tercantum pada pasal 5. 

Kemudian, tidak diterimanya Syafrizal Bakhtiar sebagai calon ketua umum PB PSTI dikarenakan penyetoran uang sebesar Rp500 juta sebagai kontribusi pernyataan calon, Pengprov PSTI Banten menyampaikan, penyetoran uang Rp500 juta tersebut sebagai persyaratan tidak pernah dibahas dan disahkan dalam  Munas, Rakernas dan rapat-rapat lain. Bahkan, dia menyoroti tidak adanya kepastian penggunaan uang tersebut, siapa yang menerima, siapa yang bertanggung jawab, dan untuk apa digunakan. 

Selain itu, pengprov PSTI Banten melihat tidak dikedepankannya demokrasi menyangkut ambang batas dukungan 14 dari 33 Pengprov PSTI (42,42%) yang diputuskan. 

Surat penolakan hasil Munas dan permintaan pencabutan SK 07/tahun 2021 itu juga disampaikan Ketua Pengprov PSTI Bengkulu, Fahmi Pranata, Ketua Pengprov PSTI Nusa Tenggara Barat, Muhammad Rum, Ketua Pengprov PSTI Riau, HM Amri Yahya SH, Ketua Pengprov PSTI Papua Barat, Muhammad Sahir SPd, Ketua Pengprov PSTI Sumatera Utara, Syafrul Hayadi, Ketua Pengprov PSTI DIY,  Arief Sudarmanto, Pengprov PSTI Sumatera Barat, Syafrizal Bakhtiar, Ketua Pengprov PSTI Nusa Tenggara Timur, Ans Takalapeta. Kemudian, Pengprov PSTI Jawa Timur (Sekretaris/Edy Santoso), Pengprov PSTI Jawa Tengah (Musthakim/Ketua Harian), Pengprov PSTI Lampung (Sekum/Abdul Malik), dan Pengprov PSTI Sumbar (Sekum/DR Fadli SPd. MPd),  Pengprov PSTI DKI Jakarta (Sekretaris Umum/Tirowali SE), Pengprov PSTI Sulawesi Tengah (Sekum/Drs Abdul Raaf Malik), dan PSTI Sulut (Sekum/John F Sengkey). ***