JAKARTA, GORIAU.COM - Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, pihak akan terus melakukan pemantauan langsung atas jalannya persidangan kasus bioremediasi Chevron.

Pemantauan ini, katanya, sesuai kewenangan Komnas HAM menurut UU tentang HAM Nomor 39 tahun 1999, dan UU nomor 12 tahun 2005 tentang ratifikasi konvensi internasional mengenai hak sipil dan hak politik.

  ''Dalam pemantauan kami, peradilan dengan terdakwa Herlan tidak memenuhi syarat peradilan yang berimbang dan adil sesuai peraturan dan UU. Pihak jaksa telah diberikan kesempatan menghadirkan sekitar 40 saksi dalam waktu 3,5 bulan, sedangkan terdakwa hanya diberikan waktu seminggu. Dari sisi ini saja sudah jelas adanya pelanggaran terhadap hak-hak warga negara untuk mendapatkan keadilan sesuai dengan konvensi hak sipil politik, UU HAM, UU Kekuasaan Kehakiman, dan dalam prakteknya di seluruh dunia sama. Seharusnya semua hakim tahu akan hal itu,'' kata Natalius dalam siaran pers CPI yang diterima redaksi GoRiau.com, Minggu (5/5/2013).

  ''Sebagai terdakwa yang terancam hukuman sudah semestinya diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membuktikan dirinya tidak bersalah. Sementara dalam sidang ini, sampai terdakwa menangis, pengacaranya walk out, tetap tidak diberikan waktu lebih oleh hakim. Itu menurut hak-hak sipil politik sudah melanggar, tidak boleh seperti itu. Dalam hal ini yang melanggar hakimnya,'' pungkasnya.

  Setelah sidang Jumat lalu (3/5)  kedua kontraktor CPI, Ricksy Prematuri dan Herlan yang masih ditahan, saat ini sedang menunggu sidang hari Selasa (7/5) untuk mendengarkan putusan hakim (vonis).(rls)