JAKARTA - Sejak peluncurannya di hari Mangrove Sedunia 26 Juli 2018 lalu, dukungan berbagai pihak terhadap Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) terus mengalir. Hari ini, Rabu (19/12/2018) giliran Chevron Indonesia yang menyatakan dukungannya terhadap MERA.

Chevron Indonesia berkomitmen untuk memberikan dukungan lebih dari 4 miliar rupiah, yang akan disalurkan dalam kurun tiga tahun. Dukungan ini diberikan untuk membantu upaya Pemerintah khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam melakukan restorasi dan perlindungan hutan mangrove di Indonesia. Hutan mangrove di Teluk Jakarta, meliputi Muara Angke, Muara Gembong dan Muara Cisadane, dipilih menjadi lokasi percontohan.

   Program MERA bertujuan untuk mengurangi kerentanan masyarakat pesisir, sumber daya alam dan aset vital dengan mempromosikan pengelolaan yang efektif dan implementasi dari mitigasi dan strategi adaptasi untuk mengatasi perubahan iklim yang tengah gencar dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

Pada acara dilakukan penandatanganan komitmen MERA di Kantor KLHK. Wahyu Budiarto, Senior Vice President Policy,  Government and Public Affairs Chevron Indonesia mengatakan, ''Kami sangat senang dan bangga dapat bermitra dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan KLHK dalam program restorasi dan konservasi hutan mangrove. Upaya perlindungan lingkungan hidup merupakan salah satu nilai Perusahaan yang telah kami laksanakan dimana pun kami beroperasi di seluruh dunia. Sebelumnya, sejak tahun 2003, kami berpartisipasi dalam restorasi dan pelestarian hutan mangrove di Penajam, Kalimantan Timur. Kali ini, melalui MERA, kami bermaksud mereplikasi keberhasilan proyek percontohan di Teluk Jakarta untuk diimplementasikan di daerah operasi kami di Riau. Kami berharap kemitraan dalam aliansi MERA dapat berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, atau UN SDG.''

   Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif di dunia. Hutan mangrove merupakan daerah perlindungan dan perkembangan bagi biota laut yang sangat beragam, seperti ikan, kepiting, udang dan moluska, serta fauna hutan seperti monyet, burung dan reptil. Ekosistem mangrove di banyak tempat juga menyediakan layanan penting bagi manusia. Hal ini meliputi layanan terhadap perikanan komersial maupun terhadap masyarakat sekitar yang mengandalkan penghasilan dan sumber makanannya dari perikanan daerah pesisir serta sebagai daerah pariwisata, konservasi, pendidikan dan penelitian. “Dari total 15,2 juta mangrove yang tersebar di 124 negara tropis dan sub tropis di berbagai penjuru dunia, lebih dari 20% ada di Indonesia. Melihat kondisi mangrove Indonesia yang sangat membutuhkan perhatian, YKAN bersama mitra telah menginisiasi sebuah wadah yang akan melibatkan beragam  pemangku kepentingan terkait konservasi dan restorasi mangrove yaitu Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA),” ungkap Rizal Algamar, Ketua YKAN.

   Sumber daya yang tergolong ke dalam common pool resources (CPR) seperti ekosistem mangrove sudah semestinya dikelola secara kolaboratif, dengan berbagai model kemitraannya. Keterbatasan pendanaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana pengelolaan, teknologi, tingkat kesulitan, aksesibilitas, skala luas, dan berbagai bentuk hubungan kesejarahan antara masyarakat dengan sumberdaya CPR tersebut menjadi alasan utama dan paling penting, mengapa kita harus melakukan kolaborasi.

“KLHK melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem siap mendukung pengelolaan terpadu seperti MERA untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi mangrove di Indonesia. Restorasi ekosistem mangrove bukan hanya tanggung jawab Pemerintah, melainkan tanggung jawab semua pihak, termasuk pihak swasta. Oleh karena itu kami sangat mengapresiasi semua pihak yang membantu implementasi program MERA ini,” jelas Direktur Jenderal KSDAE Wiratno yang juga hadir dalam acara penandatanganan komitmen ini. 

Konservasi ekosistem mangrove di Indonesia dihadapkan pada tantangan strategis yaitu membangun pendekatan ilmiah untuk perlindungan dan restorasi hutan mangrove dengan melibatkan pemangku kepentingan kunci untuk mengubah kebijakan dan peraturan, pengelolaan yang terpadu dan efektif untuk restorasi, proteksi serta keberlanjutan dari sisi pendanaan, dan program kemitraan dan penjangkauan.

Hal ini dapat dicapai dengan pembentukan MERA yang secara efektif dan terintegrasi dapat membantu meningkatkan kelestarian ekosistem mangrove sekaligus berkontribusi dalam mengurangi kerentanan komunitas pesisir, melindungi sumber daya alam dan aset-aset vital, dan mengembangkan pendanaan yang berkelanjutan untuk terus melindungi hutan mangrove yang masih ada.  

Dengan bergabung dalam MERA, Chevron Indonesia berharap untuk dapat: 

1. Mendukung program pemerintah dalam program perubahan iklim, terutama pada restorasi hutan bakau yang dapat menyimpan stok karbon dalam jumlah yang substansial. 

2. Memenuhi komitmen tanggung jawab perusahaan secara sosial dan lingkungan seperti amanah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (UN SDGs); terutama UN SDG No. 11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan), No. 13 (Aksi Iklim), No. 14 (Kehidupan dalam Air), No. 15 (Kehidupan di Daratan) dan No. 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan-tujuan) 

3. Menjadi sebuah model perusahaan yang baik untuk replikasi dan inovasi program konservasi berkelanjutan. (rls)