JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP memutuskan memecat Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Evi Novida Ginting Manik.

Dikutip dari detikcom, DKPP menyimpulkan, Evi Novida terbukti melanggar etik terkait kasus manipulasi perolehan suara calon legislatif (caleg) Partai Gerindra Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Barat 6.

Menurut DKPP, pelaksanaan tugas dan wewenang KPU di samping bersifat collective collegial, secara personal dan fungsional masing-masing anggota bertanggung jawab penuh terhadap seluruh tugas dan wewenang yang menjadi lingkup urusan divisi yang dibidangi.

Persoalan pemungutan, penghitungan, rekapitulasi, penetapan perolehan suara, penetapan kursi, penetapan calon terpilih, tindak lanjut putusan, baik pelanggaran administrasi, sengketa proses dan PHPU menjadi tanggung jawab Divisi Teknis.

Secara fungsional pembagian divisi dimaksudkan mendukung pelaksanaan tugas KPU yang cakupan wilayah kerjanya sangat luas sehingga koordinator divisi bertindak sebagai leading sector memberikan feeding dalam proses pengambilan keputusan di forum Rapat Pleno KPU.

''Teradu VII (Evi-red) sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1219/ORT.01- Kpt/01/KPU/VII/2019 tanggal 19 Juli 2019, memiliki tanggungjawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil Pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya,'' demikian bunyi pertimbangan DKPP sebagaimana dikutip detikcom, Kamis (19/3/2020).

Selain itu Evi juga menjabat Wakil Koordinator Wilayah untuk Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan Keputusan KPU Nomor 56/Kpts/KPU/Tahun 2017 tanggal 13 April 2017. Dengan demikian Teradu VII bertanggungjawab untuk mengoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, memantau, supervisi, dan evaluasi terkait Penetapan dan Pendokumentasian Hasil Pemilu sebagaimana ketentuan Pasal 14 Ayat (5) Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.

''Selain itu berdasarkan Putusan DKPP Nomor 31-PKE-DKPP/III/2019 tanggal 10 Juli 2019, Teradu VII terbukti melanggar Kode Etik dan dijatuhi Sanksi Peringatan Keras serta Diberhentikan dari Jabatan Ketua Divisi SDM, Organisasi, Diklat dan Litbang,'' ucap majelis.

Sanksi Etik berupa Peringatan Keras disertai pemberhentian dari Koordinator Divisi, merupakan kategori pelanggaran kode etik berat yang menunjukkan kinerja Evi tidak dapat dipertanggungjawabkan. Rangkaian sanksi etik berat dari sejumlah perkara, seharusnya menjadi pelajaran bagi Evi untuk bekerja lebih profesional dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sebagai Penyelenggara Pemilu.

''Setelah menjadi Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, kinerja Teradu VII (Evi-red) tidak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab divisi guna memastikan teknis penyelenggaraan pemilu yang menjamin terlayani dan terlindunginya hak-hak konstitusional setiap warga negara,'' papar DKPP.

Sekalipun mekanisme kerja KPU bersifat collective collegial, tetapi terhadap urusan teknis divisi berada pada Koordinator Divisi. Evi sepatutnya menjadi leading sector dalam menyusun norma standar yang pasti dan berlaku secara nasional dalam menetapkan perolehan suara dan calon terpilih menindaklanjuti Putusan MK tanpa mengorbankan kemurnian suara rakyat yang menjadi tanggung jawab hukum dan etik, Evi sebagai penanggung jawab divisi.

''Teradu VII terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf c dan huruf d Pasal 6 ayat (3) huruf a dan huruf f, juncto Pasal 10 huruf a, Pasal 11 huruf a, dan b, Pasal 15 huruf d, huruf e dan huruf f, Pasal 16 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum,'' pungkas DKPP.***