SELAIN drama Pelompat Qatar dan Italia, Mutaz Essa Barshim serta Gianmarco Tamberi memenuhi panggung berita dunia, di Olimpiade, Tokyo 2020, ada juga drama lain yang tak kalah serunya dari Cabor Bulutangkis. Pasangan ganda putri Indonesia, Gresyia Polii/ Apriyani Rahayu yang merebut medali emas setelah mengalahkan pasangan Cina dengan lebel unggulan 2 dunia, Chen Qingchen/Jia Yifan, dengan dua set langsung 21-19 dan 21-15.

Itu bukanlah kemenangan biasa, tapi sangat luar biasa. Greysia dan Apri memperlihatkan keistimewaannya begitu rupa. Keduanya memgontrol jalannya pertandingan dari awal hingga akhir. Jujur, keduanya mampu mengubah pola main lawan dati tukang tekan menjadi pasangan paling frustasi.

Selain itu, Apri, gadis yang baru betusia 23 tahun terlihat sangat sopan. Berulang kali ia mencium tangan Greysia, 33. Sepanjang pertandingan mulutnya terus bergerak-gerak seperti 'berdzikir'. Sementara sang senior, Greysia, begitu mengayomi. Kelihatan berulang kali pula ia menyemangati sang junior.

Ini menjadi kemenangan terindah bagi kontingen dan bangsa Indonesia. Ini juga menjadi raihan emas pertama untuk ganda putri Indonesia di ajang Olimpiade, yang mulai dipertandingan sejak Olimpiade 1992 di Barcelona.

Ini juga menjadi emas satu-satunya yang diraih kontingen kita di Olimpiade Tokyo, 2020. Dan menjadi lengkap untuk menyambut Kemerdekaan Indonesia yang ke-76. Bahkan, ada yang sangat kreatif menyangkutkan hasil pertarungan dengan usia kemerdekaan kita: Set 1; 21-19. Set 2;  21-15 dan jika angka ini semua dijumlahkan (21+19+21+15), akan mendapatkan angka 76.

Melimpah
Malam tadi pasangan Greysia/Apriyani telah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Menpora Zainudin Amali  menyambutnya secara langsung. Sebelumnya, Menpora dan Presiden Jokowi juga sudah nelakukan video call dengan keduanya seusai pertarungan.

Sungguh tak terbayangkan, betapa kebahagiaan membuncah di hati kita semua. Di saat pandemi, ketika kesedihan masih menyebar di mana-mana, Greysia/Apriyani memberikan secercah kebahagiaan. Keduanya seperti ingin mengajarkan pada kita, kesamaan, kebersamaan, keutuhan, dan kesungguhan selalu akan menghasilkan sesuatu yang indah.

Jika Barshim, atlet lompat tinggi Qatar mengajarkan tentang kerendahan dan kemurahan hati. Menyimpan egoisme kita jauh di dalam kalbu, Greysia/Apri mengajarkan pada kita keseriusan dan kekompakan. Sungguh, seandainya kita: saya dan anda semua, mau melakukan hal itu, bukan tidak mungkin badai apa pun bisa kita lewati.

Bayangkan, Greysia dan Apri pun merangkul, memeluk, dan berbahagia bersama peraih perak dan perunggu. Jujur, tak banyak atlet yang mau melakukan hal itu. Sekali lagi, keduanya ingin mengajarkan pada kita kebersamaan dan kebahagiaan itu bisa dan harus dinikmati bersama.

Buah dari semua, keduanya memperoleh hadiah yang melimpah. Hadiah yang belum pernah diterima oleh peraih medali emas di mana saja. Saya tak ingin menyebut satu persatu, tapi yang jelas keduanya menjadi yang paling beruntung bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.

Peran Menpora Zainudin Amali juga tak bisa dipandang sebelah mata. Di saat pandemi, ketika keuangan negara makin sulit, menpora tetap berjuang agar persiapan atlet tak terganggu. Amali juga ikut sibuk secara langsung tidak hanya sekedar meminta laporan. Ini mengindikasikan bahwa sang menteri ingin semua tak terhambat. Dengan turun secara langsung, maka setiap persoalan bisa dideteksi sejak dini. Dengan begitu pula penanganannya bisa sesegera mungkin teratasi.

Dari 23 atlet yang terbang ke Tokyo, Indobesia meraih 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu. Untuk sementara hingga Kamis (5/8/2021) pukul o9. 38, posisi Indonesia di klasemen Olimpiade Tokyo, urutan 43 dari 86 negara. Dan untuk kawasan Asean, alhamdulillah kita berada di posisi pertama.

Semoga kebahagiaan ini bisa terus kita jaga dan kita tularkan untuk mengatasi pandemi ini, aamiin.

M. Nigara, Wartawan Olahraga Senior dan Mantan Wa-Sekjen PWI