SELATPANJANG - Keberadaan nelayan Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau yang beroperasi di perairan Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau meresahkan nelayan lokal Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Rangsang.

Keresahan nelayan Desa Tanjung Kedabu oleh keberadaan nelayan dari luar itu yang menggunakan alat tangkap jaring kurau. Selain mengancam kerusakan ekosistem laut, hampir sebagian besar hasil tangkap nelayan lokal menjadi berkurang.

Kemarahan nelayan setempat semakin memuncak, setelah sempat diusir mereka malah datang lagi dan bebas beroperasi serta berkeliaran di perairan tersebut.

Kepala Desa Tanjung Kedabu, Miswandi mengungkapkan bahwa masyarakat setempat merasa resah dengan kehadiran para nelayan dari Tanjung Balai tersebut.

"Ada sekitar 20 unit motor jaring kurau dari Tanjung Balai Karimun yang saat ini beroperasi di laut Selat Malaka di depan Desa Tanjung Kedabu," ujar Miswandi, Selasa (14/7/2020).

Kata Miswandi pula, dengan keberadaan motor jaring kurau tersebut, nelayan kecil yang ada di Desa Tanjung Kedabu merasa terganggu, sehingga ruang untuk memasang jaring sangat terbatas dan masyarakat nelayan juga mengeluhkan penghasilan yang semakin menurun.

"Iya masyarakat nelayan sudah mengeluh selain ruang gerak yang sempit saat memasang alat tangkap, hasil tangkapan nelayan juga semakin berkurang," katanya.

Untuk itu lanjut Miswandi, pihaknya juga telah melayangkan surat permohonan kepada pihak Dinas Perikanan Kabupaten Kepulauan Meranti untuk menurunkan tim ke Desa Tanjung Kedabu dalam hal menyelesaikan permasalahan ini sesegera mungkin sebelum terjadi permasalahan semakin meluas.

"Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Meranti telah menanggapi surat kita dan berjanji akan segera turun ke lapangan untuk menyelesaikan permasalah ini," pungkasnya.

Sementara itu, Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepulauan Meranti, Mohd Qarafi mengatakan jika pihaknya telah beberapa kali mendapatkan laporan mengenai hal tersebut dan hal itu diketahui telah melanggar aturan.

"Terkait permasalahan ini kita sudah lama mendapat laporan, dimana sudah beberapa kali kapal dari Balai masuk ke perairan Kepulauan Meranti dalam jumlah banyak. Mereka sudah jelas melanggar aturan, selain dari sisi zona tangkap, dari segi perizinan mereka juga salah karena tidak memiliki izin tangkap di Meranti atau Riau namun di Balai," kata Qarafi.

Dikatakan Qarafi, jika memang harus dipaksakan maka harus dibuat kesepakatan khusus agar nelayan kedua wilayah yang berbeda bisa leluasa melakukan kegiatan menangkap ikan.

"Yang jadi masalah itu terkadang ada kapal dari balai, namun nelayannya orang Meranti dengan alasan mereka cuma bekerja disana. Ini perlu duduk bersama terkait dua provinsi dan dua daerah yang berbeda, jika perlu harus ada izin andon, kedua propinsi membuat kesepakatan khusus dan nelayan dari Balai dan Meranti bisa beroperasi," ujar Qarafi.

Terkait hal ini pula, HNSI Kepulauan Meranti akan memfasilitasi nelayan untuk mendapatkan hak-hak mereka tanpa ada gangguan dari pihak luar manapun. Sekretaris HNSI itu juga berharap kepada pemerintah dan instansi terkait untuk segera menyelesaikan permasalahan ini agar tidak menimbulkan konflik antar nelayan.

"Kita tetap fasilitasi nelayan kita untuk mendapatkan hak-hak mereka, salah satunya hak untuk melakukan kegiatan menangkap ikan di wilayah ini tanpa ada gangguan dari pihak lain. Diharapkan Pemda dan Pemprov untuk mengambil langkah tegas menyelesaikan permasalah ini, karena kalau ini dibiarkan akan terjadi dan memicu terjadinya konflik antar nelayan. Jangan setelah terjadi konflik baru sibuk nanti akan susah jadinya," pungkas Qarafi.

Sementara itu Kepala Dinas Perikanan Kepulauan Meranti, Eldy Syahputra mengatakan pihaknya juga sudah menerima pengaduan dari pihak desa yang bersangkutan melalui surat. Dan hal itu juga telah diteruskan ke pihak provinsi.

"Kita sudah terima surat pengaduan dari desa yang bersangkutan, dan surat itu telah kita teruskan ke provinsi. Pada prinsipnya kita hanya sebatas memfasilitasi saja karena yang mempunyai kewenangan terhadap hal itu adalah di provinsi," pungkasnya.***