PEKANBARU - Pakar hukum, Dr Admiral SH MH, menyoroti ancaman pidana yang kerap menjadi momok menakutkan bagi para pelaku pers di lapangan. Pasalnya, tak jarang ada jurnalis yang harus berurusan dengan hukum karena pemberitaan.

Hal tersebut disampaikan Wakil Rektor III UIR ini dalam diskusi yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Islam Riau bertema 'Bincang-bincang Jurnalistik tentang Media, Hukum dan Politik' di Mabest Kopi, Sabtu (18/9/2021).

"Persoalan yang paling sering dihadapi, ketika UU pers berjumpa KUHP. Yang sering didahulukan itu KUHP, mestinya kan harus didahulukan UU Pers. Dan pada dasarnya, pidana itu adalah jalan terakhir," kata Admiral.

Kondisi di lapangan, lanjutnya, banyak para pelaku pers yang gamang dengan UU ITE. Sebab, banyak orang-orang tak paham UU Pers yang memperkarakan pelaku pers dengan dalih pencemaran nama baik.

"Harusnya ada pertemuan Dewan Pers dengan Kapolri untuk menerapkan ketentuan ini. Jadi, jangan semua langsung ke pidana. Saya sering berkelakar, tidak semua masalah harus dimejahijaukan, terkadang hanya cukup di meja makan saja. Dan pelaku pers juga harus melek hukum, sehingga khawatir lagi selagi masih berada di posisi benar,"

Senada dengan Admiral, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Riau, Zulmansyah Sekedang, juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, saat ini sudah ada Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang ancaman pidana bagi jurnalis ini.

Apalagi, Kapolri sudah menegaskan bahwa jajarannya mesti menerapkan 'restorative justice', dimana dalam semua perkara yang berpotensi pidana harus mendahulukan jalur perdamaian.

"Untuk teman-teman yang sudah memenuhi standar kompetensi wartawan dan media-nya sudah terverifikasi dewan pers, saya rasa hak jawab sudah cukup. Sejauh ini dijalankan, saya rasa tak ada masalah lagi," kata Zulmansyah.

Persoalan sekarang, lanjutnya, banyak orang yang mengaku-ngaku sebagai wartawan, dan membuat berita yang aneh-aneh sehingga berujung pada perkara pidana. Belum lagi yang bermula dari postingan Media Sosial (Medsos).

"Mudah-mudahan kita yang sudah paham dengan kode etik, tak terpancing membuat berita yang bombastis, menyudutkan dan memojokkan orang. Saya juga sepakat tadi dengan Pak Admiral, kalau bisa di meja makan, kenapa harus meja hijau," tutupnya.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Wakil Dekan III Fikom, Eko Hero M I Kom ini, hadir pula Dekan Fikom, Dr Imam Riauan, M I Kom, Humas UIR, Dr Syafrialdi serta pengurus PWI Provinsi Riau. ***