JAKARTA - Nasib memilukan menimpa Kurnaesih. Wanita berusia 39 itu dan janin yang dikandungnya meninggal dunia usai ditolak RSUD Ciereng Subang, Jawa Barat, beberapa hari lalu.

Dikutip dari Liputan6.com, menanggapi kemalangan yang dialami Kurnaesih tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi menegaskan, rumah sakit (RS), tidak menolak pasien bila kondisinya darurat. Rumah sakit harus memberikan pertolongan pertama agar kondisi pasien stabil, sembari menyiapkan rujukan ke rumah sakit lain bila di RS yang bersangkutan tidak bisa tertangani.

"Pada kondisi darurat, RS tidak boleh menolak pasien, tetap harus memberikan pertolongan pertama. Jadi stabilisasi pasien perlu dilakukan dan baru kemudian dilakukan rujukan," tegas Nadia saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Rabu (8/3/2023).

Sebelumnya, Kurnaesih yang merupakan warga Desa Buniara, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang membutuhkan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif (PONEK), tapi ditolak oleh RSUD Subang dengan alasan ruangan penuh.

PONEK adalah upaya pelayanan komprehensif di Rumah Sakit untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal, sehingga dapat menurunkan derajat kesakitan dan meminimalkan angka kematian Ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).

Awal cerita, dalam usia kehamilan sembilan bulan, kondisi Kurnaesih menurun. Ia dibawa ke Puskesmas karena mengalami panas dan kejang. Kondisinya tidak berangsur baik hingga akhirnya harus dirujuk ke RSUD Subang. Di sana, Kurnaesih masuk ke ruang IGD dan mendapat perawatan sebentar.

Lalu, Kurnaesih dipindahkan ke Ruangan Khusus Ibu Melahirkan (PONEK). Hanya saja, di ruang itu ia tidak mendapat perawatan maksimal, padahal keadaannya sudah kritis ditambah sudah waktunya melahirkan.

Alasan pihak RSUD Subang, ruangan tersebut penuh sehingga pihak keluarga diminta untuk mencari fasilitas kesehatan lain.

Rujukan Terencana

Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, demi mencegah kematian ibu hamil, Kemenkes sudah ada program kesehatan ibu hamil. Ada pemeriksaan Antenatal Care (ANC) dan pemeriksaan USG juga dokter.

Tujuannya, agar mendeteksi bila terjadi kelainan pada janin atau pada sang ibu.

"Oleh karena itu, ada program kesehatan ibu, yang mana ibu hamil harus melakukan pemeriksaan Antenatal Care (ANC) sebanyak 6 kali dan 2 kali dilakukan pemeriksaan USG dan oleh dokter," jelas Nadia.

"Agar bisa mendeteksi kalau ada kelainan pada bayi ataupun ibu," sambungnya.

Selanjutnya, dapat dilakukan rujukan terencana untuk proses kelahiran, apakah ibu bisa melahirkan di fasilitas kesehatan (faskes) atau harus dirujuk ke RS.

"Dan ini dilakukan mendekati waktu persalinan, jadi bukan saat persalinan. Ada rumah tunggu yang dapat dimanfaatkan bumil sambil menunggu saat persalinan yang posisinya dekat dengan faskes," tutur Nadia.

Menerima Sebagai Takdir

Sementara itu, Juju Junaedi, suami Kurnaesih, tidak bisa menyembunyikan kesedihan dan kekecewaannya atas pelayanan dari pihak RSUD Subang. Meski demikian, Juju tidak berencana membawa kasus ini ke jalur hukum. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh rakyat kecil.

"Dari pihak puskesmas dan bidan desa pelayanannya sangat baik, mereka mengurus dan menelepon ke rumah sakit hingga memutuskan membantu membawa istri saya ke Rumah Sakit di Bandung," ucapnya.

"Saya menerima ini sebagai takdir. Pasrah saja. Kecewa mah pasti, tapi apa boleh buat, masyarakat kecil seperti saya mana mungkin didenger. Atos weh pasrah (udah pasrah aja)," ujarnya dengan lirih.

Juju berharap ada perbaikan layanan yang baik dari RSUD Subang selepas kejadian istrinya meninggal dunia.

"Mudah-mudahan ini kejadian terakhir dan ada perbaikan layanan (dari RSUD Subang). (Enggak akan bawa ke jalur hukum) saya enggak bisa bayangin ribetnya. Masyarakat kecil dan dari kampung harus menerima takdir," pungkasnya.***