PEKANBARU - Pemerintah Provinsi Riau ternyata mendapatkan keuntungan besar dari distribusi bahan bakar minya (BBM). Pasalnya, sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2015 Pasal 24 ayat 2 Tentang Pajak Daerah ditetapkan pajak BBM sebesar 10 persen. Pengenaan ini ternyata sangat tinggi karena provinsi lain paling tinggi hanya menetapkan 5 persen bahkan ada yang 3 persen sehingga harga BBM di provinsi lain jauh lebih murah.

Hal itu terungkap saat mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Riau melakukan audensi denga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau, Kamis kemaren. Pada sesi dialog, mahasiswa mempertanyakan Perda yg memajibkan pengenaan pajak 10 persen untuk bahan bakar minyak (BBM) semua jenis termasuk pertalite.

Karena itu para mahasiswa meminta DPRD Riau melakukan revisi terhadap Perda Nomor 4 Tahun 2015 Pasal 24 ayat 2 Tentang Pajak Daerah tersebut. Para mahasiswa itu berasal dari Universitas Riau (UR), Universitas Islam Riau (UIN), Politeknik Caltex Riau (PCR), dan Universitas Abdurrab.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Riau Noviwaldy Jusman menyatakan perevisian tersebut setidaknya akan memakan waktu selama dua bulan kedepan untuk diparipurnakan.

Noviwaldy menjelaskan kenaikan pertalite yang awalnya disebabkan kenaikan harga minyak dunia ditambah pengenaan pajak PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang capai 10 persen.

''Pertama kita sepahamkan dulu pengertian kita untuk memperlancar komunikasinya, pertama kenaikan harga dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak dunia, lalu ditambah dengan pajak daerah yang telah ditetapkan oleh Perda dan undang-undang. Harga yang telah dikenakan sekarang ini untuk pertalite adalah untuk masyarakat kalangan mampu,'' ujarnya.

Berdasarkan hal itu, kedua pihak tersebut menyepakati penurunan harga pertalite dapat dilakukan dengan mengubah Perda yang mengatur mengenai pajak daerah tersebut, yakni pasal 24 ayat 2 yang menyatakan tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk jenis bahan bakar minyak umum ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Jika pengubahan dilakukan, maka sesuai dengan kesepakatan bersama, besaran pajak tersebut akan menjadi ditetapkan setinggi-tingginya 10 persen

''Kita sudah sepakat bahwa salah satu penyebabnya adalah tingginya pajak yang dikenakan untuk jenis bahan bakar minyak umum ini. Jika kita kurangi, maka kita akan mengusahakan untuk merevisi satu pasal yang berkaitan, yakni pasal 24 ayat 1 Perda Nomor 4 Tahun 2015 ini. Kita buat menjadi sebesar-besarnya 10 persen untuk pajak ini, sehingga rakyat lebih terbantu,"ujarnya. ***