JAKARTA - Polemik dugaan maladministrasi yang dilakukan Sekjen DPR RI atas pembatalan undangan GKR Hemas di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR/DPD kian meruncing.

GKR Hemas sendiri mengaku kecewa dengan tindakan Sekjen DPD RI Reydonnyzar Moenek yang dinggap sudah terlibat dalam kepentingan politik. "Sebetulnya kalau saya mau laporkan Sekjenya bisa saja, kan dia melanggar aturan sebagai ASN," ujar Hemas saat ditemui usai menjadi Narasumber Diskusi Politik Kaukus Perempuan di Gedung Nusantara, Kamis (29/8/2019).

"Sebagai ASN, Dia kan tidak boleh berpolitik," timpalnya.

Harusnya kata Hemas, Sekjen DPD RI Reydonnyzar Moenek yang digadang-gadang bakal mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumbar itu, bersikap netral dan menjalankan tugasnya dengan benar. "Sekjen DPD Ini kan tugasnya memberikan pelayanan terbaik bagi Pimpinan dan Anggota Dewan. Jangan ikut berpolitik," tegasnya.

Saat ditanya apakah jika dirinya nanti diberikan amanah dan terpilih sebagai pimpinan DPD akan mempertahankan Sekjen DPD saat ini? Hemas menjawab "Kita lihat saja nanti,".

Menurut Hemas lagi, harusnya setelah menyadari kesalahannya, Sekjen DPD harus minta maaf. "Tapi kan faktanya tidak ya. Kalau sudah seperti itu kan tidak baik, ya nanti biar sajalah masyarakat yang menilai Sekjenya. Kalau ditanya saya kok masih sabar, sebenarnya tidak juga, malah pengen nyentil Sekjen saya, tinggal pilih, enakan mana, disentil apa dilaporin?," pungkas Hemas.

Sebelumnya, Sekjen DPD Reydonnyzar Moenek, menolak disalahkan soal pencabutan undangan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas pada Sidang Tahunan dan Sidang Bersama MPR/DPR/DPD, Jumat (16/8/2019).

Esensi dari pencabutan undangan itu adalah lebih bermakna kepada tindakan koreksi secara administrasi," ujarnya saat menggelar konfrensi pers, Rabu (21/8/2019).

"Kalau saya (Sekjen DPD) tidak melakukan tindakan policy adminitrasi ya akan berhadapan dengan UU," timpalnya.

Dalam penjelasanya, Reydonnyzar Moenek bahkan meceritakan betapa ribetnya mengurus sekitar 3.100 undangan untuk acara kenegaraan itu. Bahkan Moenek menyamakan dengan mengurus surat undangan pernikahan.

"Bayangkan kompleksitas yang harus kami hadapi dengan menulis 3.100 undangan. Ini seperti urus undangan mau mantenan, ya mohon maaf pasti ada yang ketelingsut," bebernya.

Diberitakan sebelumnya, Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu prihatin terhadap surat pembatalan undangan kepada GKR Hemas pada 16 Agustus 2019 lalu. "Tindakan ini berpotensi maladministrasi berupa penyimpangan prosedur," ujar Ninik.

Menurut Ninik, maladministrasi itu berpotensi terjadi karena Sekjen DPD RI berdasarkan pembatalan undangan GKR Hemas pada Keputusan Badan Kehormatan DPD RI Nomor 2 tahun 2019 yang memberhentikan Hemad.

Padahal, anggota DPD diangkat dan diberhentikan berdasarkan Keputusan Presiden. "Sepanjang anggota DPD RI yang bersangkutan diangkat berdasarkan Keputusan Presiden, dan tidak ada Keputusan Presiden yang menganulir hal itu, artinya tindakan Sekjen DPD RI itu jelas menyalahi prosedur yang berlaku," kata Ninik.

Ninik yang juga mantan komisioner Komnas Perempuan itu menilai, pembatalan undangan GKR Hemas merupakan diskriminasi lantaran ada upaya peminggiran kepada perempuan anggota DPD.

Apalagi didasari atas sikap politik GKR Hemas yang menolak untuk mengakui kepemimpinan DPD RI saat ini. "Ditengah upaya mendorong peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, tindakan ini sangat diskriminatif kepada perempuan," tutupnya.***