PEKANBARU – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Sabtu, 3 September 2022 lalu. Menyikapi kenaikan harga BBM tersebut, Forum Pemerhati Sosial Kemasyarakatan menggelar diskusi publik dengan tema ''Penyesuaian Harga BBM, Apa Perlu?'' di ruang Wan Ghalib, gedung Perpustakaan dan Arsip Soeman HS, di Pekanbaru, Riau, Senin (26/9/2022).

Diskusi tersebut rencana awalnya menghadirkan Ketua DPRD Riau Yulisman, Kepala Dinas ESDM Riau Evarefita dan Guru Besar UIR Prof Dr Sufian Hamim sebagai nara sumber. Namun yang hadir hanya Sufian Hamim. Yulisman dan Evarefita tidak hadir. Namun, Evarefita mewakilkan kepada Kabid Energi Terbarukan Dinas ESDM Baharu Fahmi.

Diskusi yang diikuti utusan BEM Universitas Riau, BEM Universitas Muhammadiyah Riau, BEM Universitas Islam Riau, BEM Unilak, Stikes Maharatu, FKUB Kota Pekanbaru para wartawan tersebut dipandu Pemimpin Redaksi Goriau.com yang juga ahli pers Dewan Pers, Hasan Basril.

GoRiau Koordinator Forum Pemerhati So
Koordinator Forum Pemerhati Sosial Kemasyarakatan Amril Jambak menyerahkan piagam kepada Prof Dr Sufian Hamim. (Foto Ikhsanul)

Dalam diskusi tersebut narasumber dan para peserta memahami alasan pemerintah menaikkan harga BBM. Namun, mereka meminta pemerintah menjamin pengalihan subsidi BBM ke dalam berbagai program benar-benar tepat sasaran, yakni keluarga tidak mampu.

Nara sumber dan para peserta diskusi juga sepakat untuk ikut mengawal pendistribusian subsidi BBM yang dialihkan tersebut dan akan menyampaikan ke pihak pemerintah bila menemukan penyalurannya salah sasaran atau ada warga kurang mampu yang tidak mendapatkannya.

GoRiau Nara sumber dan para peserta d
Nara sumber dan para peserta didkusi foto bersama. (Foto: Ikhsanul)

Kabid Energi Terbarukan Dinas ESDM Baharu Fahmi mengatakan, penyesuaian harga pertalite dan solar dilatarbelakangi kenaikan harga minyak mentah dunia. Penyesuaian perlu dilakukan untuk menjaga postur APBN, karena subsidi BBM terus meningkat.

Lanjutnya, subsidi BBM dikurangi dan dialihkan dalam bentuk bantuan tunai kepada masyarakat kurang mampu. Pendistribusian subsidi BBM yang dialihkan ini harus dikawal bersama-sama agar tidak terjadi salah sasaran.

"Mari kita awasi dan kawal bersama agar pengalihan subsidi BBM tepat sasaran. Begitu juga penjualan BBM di SPBU, jika terjadi kecurangan silakan lapor kepada kami,'' ujar Fahmi.

Sementara Prof Dr Sufian Hamim mengatakan, subsidi BBM seharusnya dinikmati masyarakat kelas bawah, namun dalam praktiknya malah dinikmati orang kaya.

''Jika subsidi diberikan tepat sasaran, tepat tujuan, dapat membantu masyarakat kurang mampu. Ini yang mesti dikawal dan dipastikan sesuai peruntukannya,'' ujar Sufian.

Pengalihan subsidi BBM menurutnya dapat membantu meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga juga akan menumbuhkan perekonomian.

Ia menilai mahasiswa juga layak mendapatkan subsidi dari program subsidi BBM yang dialihkan tersebut, bisa berupa beasiswa atau bantuan peralatan pendidikan.

''Sudah dianggarkan pemerintah melalui kementerian terkait, tinggal diurus oleh pihak perguruan tinggi,'' bebernya.

Solusi lain yang bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, kata Sufian, adalah dengan memberdayakan lahan tidur. Riau memiliki lahan tidak produktif cukup luas. Jika ini dimanfaatkan, akan membantu masyarakat bawah.

''Di sini diperlukan bantuan modal dari pemerintah untuk memberdayakan masyarakat dalam mengolah lahan,'' bebernya.

Sufian melanjutkan, sumber modal ini tidak hanya mengandalkan APBD, namun bisa melalui CSR perusahaan, dana Baznas dan lain-lain.

Diskusi berlangsung sekitar 2,5 jam tersebut berjalan hangat karena para peserta tidak hanya bertanya, tapi juga menanggapi pernyataan narasumber dan menyampaikan pendapatnya terkait kenaikan harga BBM.

Suasana ini sesuai dengan yang diharapkan moderator, Hasan Basril, pada awal diskusi. ''Pada hakekatnya, semua yang ikut diskusi ini adalah narasmber. Jadi, teman-teman jangan hanya bertanya, tapi ungkapkan juga pandangannya. Mari kita beradu argumentasi dalam diskusi ini,'' kata Hasan.***