JAKARTA -- Hari ini, 27 Rajab 1442 Hijriyah, bertepatan dengan Kamis (11/3/2021), umat Islam di seluruh dunia memperingati peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Besar Muhammad SAW.

Isra' Mi'raj merupakan peristiwa ketika Allah SWT memperjalankan Rasulullah SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Kemudian dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha.

Apa itu Sidratul Muntaha? Dikutip dari Republika.co.id, pakar tafsir Alquran yang juga dosen quranic studies Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ustaz Syahrullah Iskandar menjelaskan, kata Sidratul Muntaha disebutkan sekali dalam Alquran, yaitu pada surah an-Najm ayat 14.

Dijelaskan Syahrullah, Sidrah berarti sejenis pohon rindang, sedangkan Muntaha bermakna tempat terakhir. Secara kebahasaan, gabungan keduanya bermakna tumbuhan atau pohon sidrah yang tak terlampaui. 

Menurut Ustaz Syahrullah, Sidrah merupakan sejenis pohon yang bila di Indonesia disebut dengan pohon bidara. Dalam sejumlah riwayat digambarkan daunnya lebar dan rindang, serta keindahannya sulit untuk dibahasakan.

Ustaz Syahrullah menjelaskan, sejumlah riwayat sahih lainnya menyatakan, Sidratul Muntaha berada di langit ke enam, ada juga yang menyebutnya di langit ketujuh.

''Alquran tidak menjelaskan secara tegas tentang Sidratul Muntaha ini kecuali dari sejumlah riwayat sahih tentangnya. Kita harus meyakini bahwa Sidratul Muntaha itu ada, tetapi mengetahui deksripsi detailnya bukanlah sebuah keharusan,'' kata Ustaz Syahrullah yang juga pengasuh Pesantren Bayt Alquran Jakarta.

Imam an-Nawawi menjelaskan alasan penamaan dengan Sidratul Muntaha karena pengetahuan malaikat berakhir sampai di tempat itu. Tidak ada lagi yang melampauinya kecuali Nabi Muhammad. Alquran bahkan menjelaskan, Rasulullah tidak mengalihkan pandangan ke arah yang lain karena menyaksikan keindahan di dalamnya.

Lanjut Ustaz Syahrullah, di Sidratul Muntaha terdapat Jannah Ma'wa, sebuah tingkatan surga yang indah nan lengkap tiada tara yang disediakan bagi hamba Allah yang bertakwa. Ibadah shalat adalah satu-satunya kewajiban kepada Rasulullah secara lisan (musyafahah) langsung di tempat itu. Selain itu, Rasulullah melihat Jibril dengan rupa aslinya di Sidratul Muntaha. 

Tentang apakah Rasul melihat Allah ketika mendapatkan perintah shalat, Ustaz Syahrullah mengatakan, terdapat perbedaan pendapat. Sebagai contoh, Ibn Abbas mengiyakan, sedangkan Aisyah menolaknya. Syekh Mutawalli al-Sya’rawi menjelaskan, Rasulullah hanya melihat cahaya secara langsung karena melihat Allah secara hakiki itu hanya terjadi di akhirat kelak. Adapun Rasulullah melihat Allah dengan mata hatinya semasa di dunia, itu dapat terjadi. 

Sementara itu, Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah berjumpa dengan nabi dan rasul lainnya ketika dimi’rajkan, seperti Nabi Adam di langit pertama, Yahya dan Isa di langit kedua, Nabi Yusuf di langit ketiga, Nabi Idris di langit keempat, Nabi Harun di langit kelima, Nabi Musa di langit keenam, dan Nabi Ibrahim di langit ketujuh. 

''Harus kita ingat bahwa para nabi dan rasul, meski lahir dari ibu yang berbeda, mereka bersaudara sesama penyeru ketauhidan kepada Allah''.***