SELATPANJANG - Setelah terbentuk, dalam waktu dekat Asosiasi Masyarakat Sagu Meranti (AMSM) akan segera membahas pendaftaran Indikasi Geografis (IG) Sagu Kepulauan Meranti.

Sagu merupakan salah satu penopang perekonomian masyarakat di Kabupaten termuda di Riau ini. Untuk itu perlu didaftarkan IG nya agar mendapatkan perlindungan secara hukum.

Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang atau produk yang karena faktor geografis termasuk faktor alam. IG juga akan memberikan perlindungan terhadap pekebun, produsen, metode produksi serta kualitas produk yang disesuaikan dengan karakteristik geografis, sehingga ada jaminan terhadap produk tersebut.

"Kita tidak mau nanti ada pihak-pihak yang mengakui produk Sagu kita adalah sagu mereka, untuk itulah akan kita daftarkan Sagu kita sehingga ada jaminan hukum terhadap Sagu kita ini," kata ketua AMSM, Abdul Manan, Senin (14/6/2021).

Dikatakan Manan, didalam Indikasi Geografis terdapat hak eksklusif yang diberikan oleh negara yang memungkinkan untuk mencegah penggunaannya oleh pihak ketiga yang produknya tidak sesuai dengan standar yang berlaku, sehingga kedepannya harga Sagu akan melonjak tinggi tanpa ada campur tangan dari pihak lain.

"Indikasi Geografis juga dapat memberikan nilai tambah komersial terhadap produk karena orisinalitasnya dan limitasi yang tidak bisa diproduksi di daerah lain, sehingga hal ini juga akan mempengaruhi harga jual Sagu yang selama ini kita sendiri tidak bisa mengaturnya," ujar Manan.

Diceritakan, walaupun Kepulauan Meranti sebagai salah satu daerah yang memproduksi Sagu terbesar di Indonesia, namun hal itu belum memberikan manfaat besar terhadap kesejahteraan masyarakat karena hasil produksi Sagu yang dibawa di Pulau Jawa dan ditumpuk oleh para pengepul disana.

Kota Cirebon yang menjadi pasar penampung terbesar Sagu Kepulauan Meranti berada disana sejak puluhan tahun lamanya. Sehingga turun naiknya harga Sagu ditentukan oleh para pengepul. Kondisi semakin parah karena pengusaha masih terjebak sistem ijon.

Harga yang diatur oleh penampung tepung sagu di Pulau Jawa ternyata memberi dampak yang signifikan, dimana dampak tersebut yakni mempengaruhi harga tepung sagu lokal yang dijual eceran.

Hal ini pula yang dikeluhkan oleh para pengusaha UMKM, mereka mengeluhkan mahalnya bahan baku untuk membuat berbagai olahan makanan.

"Selama ini kita semacam dibuat tidak berdaya oleh para pengepul Sagu yang berada di Pulau Jawa. Kita yang punya produk namun mereka pula yang menetapkan standar harga Sagu yang juga mempengaruhi harga tepung Sagu eceran lokal. Dengan adanya IG ini nantinya, pemerintah daerah bisa membuat regulasi untuk mengatur hal ini," jelas Manan.

Dikatakan lagi, dengan adanya Indikasi Geografis, tidak hanya menguntungkan para pengusaha, namun juga ikut menambah pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang selama ini dari sektor sagu tidak tergarap sepeser pun.

"Tidak hanya yang punya kebun dan produsen Sagu, pemerintah daerah juga akan merasakan dampaknya. Dengan adanya IG Sagu, maka regulasi untuk menambah pendapatan melalui pajak sagu juga bisa dilakukan," ungkapnya.

Sebelumnya pemerintah daerah juga sudah berusaha meminta kepada Kementerian Perdagangan untuk memberikan solusi dengan cara menugaskan Bulog membeli produksi Sagu Kepulauan Meranti sebanyak 200 ribu ton pertahun, namun hal itu belum terlaksana karena ada standar produksi yang belum terpenuhi.

"Dengan sudah keluarnya Indikasi Geografis Sagu Kepulauan Meranti nantinya, ini akan segera meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkutat di bidang persaguan. Ini potensi yang sangat baik dalam upaya mengembangkan ekonomi rakyat kalau pemerintah mau campur tangan dalam hal tata kelola Sagu. Selama ini Sagu kita dipermainkan para tengkulak di Jawa yang hanya mengambil keuntungan besar," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, AMSM ini didalamnya tergabung para pekebun, pengusaha dan pemilik UMKM sagu. Dimana kepala Koperasi Sentra Sagu Terpadu yang mengelola IKM Sungai Tohor, Abdul Manan terpilih sebagai ketuanya.

Terbentuknya AMSM ini tentunya tidak lepas dari inisiasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan diakomodir oleh bagian Litbang Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kepulauan Meranti.***